Kamis, 22 Agustus 2013

. . . . Cuaca Melbourne sedang tidak begitu baik sepekan terahir, begitu pula dengan sore hari itu saat aku hendak beranjak ke sebuah pertemuan. Mendung bergelayut dengan angin yang bertiup kencang membuat tubuh sedikit menggigil meski sudah terbungkus jaket tebal. Disini, di belahan selatan bumi, musim dingin masih belum sepenuhnya selesai meski beberapa hari lalu cuaca terang datang menjumpai. Kala itu, aku sendiri sempat menulis, ‘bye-bye Winter’ lewat status di media sosial. Tapi hari ini, ‘Winter’ seolah berbalik dan bertanya dengan sinis ‘ bye-bye for what ??!!’. Brrrrhhh, Dingin ..!! itu pasti. Tapi syukurlah, hujan masih menunda untuk turun meski awan hitak terlihat sudah memberat diatas sana. Jadi tak perlu ada basah yang membuat sore ini bisa menjadi lebih sulit. 

Sore itu, pukul 5 sore lebih sedikit waktu sini. Aku tengah bergegas untuk sebuah pertemuan yang sedari dulu ingin kuhadiri, dan itu akan dimulai satu jam lagi. Tajuk pertemuannya, sebagaimana yang tertera di undangan Facebook berjudul ‘Writing Workshop/Belajar Bareng’ dan yang menjadi penyelenggaranya adalah asosiasi pemuda Australia-Indonesia Cabang Victoria atau AIYA. Dari namanya sudah cukup jelas kalau asosiasi ini berisi kumpulan pemuda Indonesia dan Australia. AIYA ini belum terlalu lama kudengar, tapi aku tahu pasti mereka sudah lama berdiri. Tiap pekannya mereka rutin melakukan pertemuan, dan kegiatannya beraneka ragam. Dua pekan lalu misalnya diisi dengan latihan menari rampai, dan sepekan lalu diisi dengan ‘games ringan’. Setidaknya, seperti itu cerita yang kuperoleh dari seorang teman yang menjadi komite di perkumpulan itu, saat dia membujukku untuk datang beberapa hari lalu. Jujur, ada kekecewaan ketika di dua pertemuan sebelumnya tersebut, aku mesti alpa untuk sejumlah alasan, meski sebelumnya sudah ada keinginan yang begitu kuat.

 “Dan kali ini, tak ada alasan yang boleh lebih kuat dari keinginanku untuk hadir” gumanku sambil menatap sinis pada cuaca yang sedang tak bersabat dan ajakan berlatih futsal bersama teman-teman pada jam yang sama. 

 15 menit sebelum jadwal, aku tiba di lokasi pertemuan, Kampus RMIT yang letaknya hampir tepat di tengah kota Melbourne. Tiba disitu dalam keadaan ‘buta peta ruangan’ dan sendiri. Ini memang kampus yang tak terlalu akrab buatku, meski beberapa waktu sebelumnya pernah datang main-main dengan seorang teman. Pecarian dimulai dgn bekal sms singkat nomor ruangan yang kemudian salah kubaca …. grhrgrrrhrgrr. Sms itu bertulis ‘ruangannya di 80.08.08’ namun kemudian kubaca ‘ruangannya di 08.08.08’. Hampir 15 menit terbuang bolak-balik di dalam gedung itu. Beberapa orang disitu terlihat mulai menandai-ku sebagai ‘orang sesat’ (itu yang kurasakan tentang apa yang mereka rasakan) namun tetap kukuh ditempat mereka dan tak membantu. Padahal, saat itu aku sudah bertekad kalau ada yang membantuku dan dia seorang wanita, akan kujadikan pasangan. Pffttt .. 

 Situasi menjadi tak terkendali (lebaay) saat rekan yang menjadi anggota komite itu coba kuhubungi, tapi bersambut. Mungkin dia tengah menyibukkan diri dengan pertemuan itu, pikirku. Kebodohanku mulai terurai saat nomor ruangan tersebut coba kutanyakan pada seorang sahabat lain yang dulu pernah bersekolah disini. Dia sudah menyelesaikan pendidikannya dan sekarang tengah menikmati suasana kampung halamannya. Dari dia aku baru sadar, bahwa salah Aku Baca ……… 

 Tak perlu berpanjang lebar tentang bagaimana aku akhirnya menemukan ruang pertemuan yang dimaksud, yang ternyata letaknya di gedung yang berbeda dari tempatku bermondar-mandir tak jelas tadi. 

 Akumulasi waktu tersesat yang terbuang percuma tadi berbuah keterlambatan. Dari luar ruangan terlihat kalau mereka sudah memulai, dan sedang bergumul serius dengan kertas-kertas dihadapan mereka. Pada awalnya agak kikuk untuk masuk. Ini kali pertama, dan aku datang terlambat. Plus, rekan yang mengundangku ternyata tak tampak diantara mereka. Kaki berjalan perlahan sementara mata jelalatan memandangi para peserta di dalam, mencari siapa yang dikenali dan berharap ada. Bingoo .. !!! aku melihat mengenali dua wajah diantara mereka. Nick dan Tim …They are here .. !! aku mengenal dua orang ini, cukup baik. Mereka berdua, ‘Anak kampung sini’ yang hampir tiap pekan ikut bermain bola bersamaku dan teman-teman di komunitas Indomelb. Keduanya pernah tinggal di Indonesia untuk beberapa waktu, tepatnya di Yogya. Si Nick, bahkan sangat fasih berbahasa Jawa, komplet dengan medhok-medhok-nya ..


 

   Melihat mereka di dalam ruangan itu, langkahku mulai terasa lebih ringan. Akupun masuk dan memberi sapaan pelan pada semuanya tanpa ingin mengganggu apa yang tengah berjalan. Mencoba mengakrabkan diri sengan suasana disitu, ada sedikit kekecewaan yang muncul saat mengetahui kalau pertemuan kali itu lebih banyak dihadiri oleh ‘anak kampung sini’ dibanding kita dari Indonesia. “kenapa cuman ini yang datang .. ??”. pikirku.

 “Ahh, mungkin hanya kali ini orang Indo-nya sedikit” balasku, menghibur diri sambil mereferensi ke cuaca yang sedari sore sedang tak ramah.
  
Aku memilih duduk di kursi kosong tepat disebelah Nick. Di sebelah ku lagi, seorang Aussie yang terlihat tengah sibuk dengan tulisan-tulisan tangan berbahasa Indonesia di bukunya. Tak butuh waktu lama, kami bertegur sapa, dan dia langsung menanyakan apakah aku membawa tulisan berbahasa Inggris. Memang, pertemuan di kali itu kami hendak saling mengoreksi dan membantu memperbaiki. Boleh tugas, catatan kecil atau apapun itu. Sayang aku tak membawa apa-apa, meski sebenarnya ada. Di laptopku, dirumah sana, ada 2500 kata assignment yang tengah ku selesaikan tapi tak terbawa, dan aku memang tak berniat membawa. Saat itu aku berpikir, tulisan masih ‘terlalu kasar’ dan membingungkan untuk untuk dibaca oleh orang selain aku sendiri. 

 Aku lalu membalikkan pertanyannya. Dan dia memperlihatkan tulisan-tulisan tadi. Bertinta biru dengan sejumlah coretan dibeberapa tempat. “Aku sedang menulis tentang pengalaman paling berkesanku” katanya sambil memperlihatkan. Ternyata dia sudah mencoba sebagian, namun ingin mengulangi lagi karena merasa tak begitu puas. 

 Aku mulai membantunya menyusun kata demi kata, membentuk kalimat, melalui sebuah proses komunikasi yang bercampur aduk antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ada saat perasaan ‘menang’ saat tahu kalau kemampuanku berbahasa Inggris-ku ternyata berbanding jauh dengan kemampuannya berbahasa Indonesia ….. whehehehe’ (ketawa licik) .. Tapi ada rasa terharu saat melihat dia berupaya keras menyelesaikan tulisan itu. 

 Kolaborasi antara Seorang yang tidak memiliki pengalaman mengajar menulis dan orang yang baru mengajar menulis itu akhirnya berakhir dengan kalimat : “ . . dan itu adalah pengalaman yang tak terlupkan bagiku”. Dia, yang bernama Cordell, mengakhiri catatan kecilnya yang berisikan pengalaman saat tampil membawakan tari Rampai pada sebuah konfrensi beberapa waktu lalu. Catatan itu tidak begitu cemerlang memang, dan tidak begitu mengalir. Aku tidak terlalu memaksakan, dan membatasi diri hanya untuk membantunya membuat kalimat sempurna. Ahh sudahlah, ini proses. Tidak ada yang langsung sempurna disetiap proses belajar. 

 Kami selesai, saat yang lain masih tenggelam dengan aktifitas mereka. Aku mencoba mengenal dia lebih jauh dan menelisik jejak ketertarikannya tentang Indonesia. Dia lalu menuturkan bahwa dia adalah peserta program pertukaran pemuda Indonesia-Australia beberapa bulan yang lalu dan sempat berada di Yogya untuk dua bulan. Itu membuka obrolan panjang kami, karena salah seorang juniorku semasa di S1 juga menjadi peserta di kegiatan ini. Selanjutnya kami berbagi cerita tentang pengalamannya …….

 Di titik itu aku mulai merasa ‘masuk’ dengan kegiatan ini, semuanya menyenangkan. Bersama rekan Indonesia yang ada disitu , kami saling membantu, dan mencoba menjelaskan kata demi kata dari bahasa Indonesia dan bagaimana menggunakannya dalam konteks-konteks khusus kepada ‘anak kampung sini’. Sekali lagi, semuanya menyenangkan. ‘Keceriaan’ malam itu bertambah dengan suguhan Pastry dari seorang sahabat dari Indonesia, yang saat ini tengah mengambil pendidikan ‘Chef Pastry’ di Melbourne sini. ^_^ …. 

Waktu bergulir, dan pertemuan malam itu mesti berakhir. Si Cordell, sudah terlebih dahulu pamit karena mesti ‘dinner’ bersama keluarganya. Sebelum beranjak, dia sempat berjanji akan ‘membalas jasa-ku’ dengan mengedit (proofread) tugas-tugasku di kemudian hari .. ahaaaa .. !!!! Usai bertukar email, dia berlalu … 

 Kami yang tersisa tak lantas bubar, kegiatan ‘informal’ berlanjut dengan dinner bersama di sebuah restoran Indo yang terletak tak jauh dari situ ……. 

Ini kegiatan yang menyenangkan. Sekali lagi, ada sedikit penyesalan kenapa baru kali ini melibatkan diri dengan mereka. ‘Kemana saja saya selama ini .. ‘ Waktu-ku di negara ini tinggal 5 bulan tersisa. Sudah waktunya memperkuat jaringan, dan dan membangu hubungan baik dengan mereka-mereka disini. Ketertarikan kami semua sama, yaitu tentang hubungan baik antara kedua negara di waktu kini, dan nanti dimasa depan. 

 Dan Ke-depan nanti aku berharap tidak ada hal signifikan yang bisa menggangguku untuk terlibat dengan mereka …

Melbourne,  22 August 2013