Jumat, 19 Maret 2010

Drama dan Lapangan Hijau


" . . . Sejauh dia masih berupa aktivitas fisik, jangan pernah bermimpi akan mendapatkan keuntungan maksimal dari siaran olaharaga."

Akhirnya, David Stern pun bersuara. Dia ini adalah Komisioner NBA yang bertanggung jawab atas penjualan hak siaran Liga Bola Basket terbaik di jagad bumi tersebut. Ditangannya, NBA harus dipasarkan dan memberikan keuntungan maksimal bagi segenap jiwa yang terlibat didalamnya. Tugas itu pertama kali diembannya pada tahun 1986 silam. Hingga kemudian di medio tahun 1990-an, NBA bermetamorfosa menjadi Industri Olahraga terbesar dengan keuntungan terbanyak jika dibanding industry-industry yang se-tipe. Harga hak siar NBA per-pertandingan adalah yang tertinggi dan termahal. Perputaran uang terjalin dengan begitu deras dan cepat. Tak urung, subyek-subyek di dalamnya pun hadir sebagai millyuner-milyuner baru di Tanah Paman Sam. Pada periode itu, 4 dari 10 atlit terkaya di Amerika Serikat adalah pemain Basket. Dari urutan teratas, ada nama Michael Jordan, Kemudian Shaquille O'Neal, lalu Charles Barkley hingga Karl Malone.

Atas kesuksesan itu, semuapun berdiri memberi standing applaus panjang untuk dia, David Stern. Pancaran blits dan kerumunan wartawan selalu membuntuti kemanapun orang tua ini bergerak. Pertanyaan paling awal dan paling basik saat dia dikerubuti para pencari berita adalah : Apa saja trik dan tips-nya sehingga bisa menjual NBA dan berbuah kesuksesan hingga seperti itu ?

Stern pun menjawab dengan dengan tersenyum kecil :
" . . . Sejauh dia masih berupa aktivitas fisik, jangan pernah bermimpi akan mendapatkan keuntungan maksimal dari siaran olaharaga. Karena itu, hadirkan DRAMA !! "

Saya sendiri tak tahu, apa seberapa kuat desakan wartawan sehingga lelaki kalem ini mau mengeluarkan jawaban seperti itu. Dia, Menghadirkan Drama dalam sebuah pementasan Olaharaga. Mungkin bagi sebagian orang, kata 'Drama' agak risih jika harus disandingkan dengan pertandingan olahraga. Drama, menyaratkan adanya sebuah setting awal, ada plot, ada alur, ada sesuatu yang dibuat-buat. Semuanya di setting untuk menarik emosi penonton, dan menjangkau jiwa-jiwa pemirsanya sehingga bisa ikut terlarut. Dan Drama ini, dibuat semegah mungkin. Berbagai cerita dan peristiwa dipertautkan, bahkan yang tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas olahraga sekalipun. Dari potongan-potongan peristiwa yang ada, semuanyapun kemudian dipertautkan. Rangkaian dramatisasi itulah yang kemudian menimbulkan perasaan kerikatan emosional dan ketergantungan akut dari para pemirsa pada tayangan olahraga itu. Karena telah digiring dalam sebuah rangkaian dramatisasi yang panjang, para pemirsa ini pun kemudian terus bertanya-tanya, apa yang bakal terjadi selanjutnya. " Setelah ini begini dan itu begitu, apa yang akan hadir berikutnya . .? "
Candu lain yang kemudian disipkan adalah 'Kehidupan Pribadi para pelakon Olaharaga itu, perjalanan hidupnya serta cerita lain diluar lapangan'. . . Stern pun mengakui bahwa dia sengaja memelihara bintang-bintang di NBA dan 'mengorbankan' kehidupan pribadi mereka demi popularitas NBA . Tentu saja, nantinya para Bintang-bingtang ini akan mendapatkan kompensasinya dari 'perusahaan' yaitu NBA.

Dengan berbagai aspek dan kelengkapan itu, Maka lahirlah 'Megadrama Olahraga' . . . .

Semalam, saya kembali menyaksikan 'drama' itu dalam wahana yang bernama Europen Champion League (ECL). Settingnya, pertandingan antar Manchester United melawan AC Milan di stadion Old Trafford. Tajuk sejati dari pertandingan itu adalah 2nd Leg Perdelapan final (ECL). Tapi kemudian sepenggal Drama terselip dan kemudian membesar mendominasi media-media peliput. Drama itu berjudul : 'Kembalinya David Beckham ke Old Trafford'.

Beberapa tahun silam Beckham adalah nama paten di jajaran skuad utama MU. Dia adalah bagian dari generasi emas 'The Fergie babes' yang sukses mengumpulkan berbagai Piala dari sejumlah kejuaran sekaligus menjadi tim pertama di di Tanah Inggris yang meraih 3 Trophy (treble) tertinggi dalam satu musim. Saat itu, Beckham pun hadir sebagai salah satu ikon tim dengan spesialisasi tendangan bebas. Namanya masuk jajaran Hall of Fame, berjajar dengan nama-nama tenar lain seperti Bobby Charlton, Mark Hughes, George Best, serta Eric 'The King' Cantona. Hingga hadir satu masa saat MU mengalami masa buruk dengan melewatkan dua musim tanpa gelar bergengsi. Di saat yang sama Beckham menikahi Victoria Adams, seorang selebritas dengan gaya hidupnya yang tak disenangi Alex Ferguson, pelatih United sekaligus mentor-nya Beckham sedari kecil. Maka konflikpun tersulut. Mereka pun berseberangan, hingga akhirnya Beckham di depak ke Real Madrid klub besar yang sudah lama 'mengakomodir' selebritas semacam itu. Gagal meraih hasil maksimal di Madrid, Beckham dituntun oleh naluri megabintang sang istri untuk bermukim di Amerika Serikat. Sayang, negara itu bukan negara sepakbola, dan Beckham tak bisa menjalani karirnya sepenuh hati. Dia lalu memutuskan kembali ke benua biru, bergabung dengan AC Milan bersama sejumlah veteran lain yang seusianya.

Dan Semalam, perjalan kedua tim di ajang ECL mempertemukan keduanya di sebuh persimpangan yang sempit. Hanya ada satu yang boleh terus dan yang lain harus rela tak ikut.
Pada pertandingan pertama di markas MIlan, Beckham tak mampu berbuat banyak. Milan, tim yang dibelanya, terpaksa harus takluk 3-2, dan menjadikan jalan berat bagi dia dan timnya saat harus menjalani pertarungan ke-dua di Stadion Old Trafford.

Kedatangan kembali Beckham di OldTrafford pun ramai dengan bumbu-bumbu drama nostalgia masa lalu. Ada masa gemilangnya bersama United, ada konfliknya dengan Ferguson, ada insiden tendangan sepatu Ferguson yang mengenai jidat Beckham, ada peristiwa pendepakan Beckham dari tim itu. Dan Menjelang pertandingan itu, semua cerita-cerita masa silam itu diangkat lagi, walaupun hubungan antara Beckhan dan Ferguson serta MU secara umum sudah tak bermasalah.
Nah, saat episode-episode masa lalu terputar lagi, sekarang tinggal menunggu kelajutan kisahnya . . .

Makanya, saya pribadi melihat kedatangan Milan ke Manchester semalam lebih pada pelanjutan drama, daripada untuk menjalani pertarungan kedua mereka. Disini, hasil pertandingan tak penting lagi. Pertandingan ini bukan untuk kelolosan Milan, tapi untuk Melodrama Beckham. Karena pertandingan ini, sebenarnya 'sudah berakhir' saat United menang di San Siro.

Dan jelas, tak ada sosok yang paling banyak di close-up oleh kamera pada pertandingan semalam itu selain ayah dari Brooklyn ini. Bahkan saat dia duduk tenang di bangku cadangan bersama Cleerence Seedorf.
Saya tak begitu antusias dengan pertandingan ini, bahkan saat Rooney memberondong pertahanan Milan gol-golnya. Tapi saya menantikan kelanjutan 'drama' itu.

Dan pada menit ke 64, drama itupun akhirnya dimulai. David Beckham masuk menggantikan Ignacio Abate. Sayang, keadaan Milan yang sudah tertinggal 3-0. Tepuk tangan panjang pendukung United membahana saat dia masuk. Di sebuah sudut tribun, kain putih bertliskan 'Wecome Back Home' tersorot kamera hingga beberapa kali.
Sayang, reuni dengan sejumlah rekan lama tak terwujud. Bersamaan dengan masuknya Beckham, Fergie menarik keluar rekan seangkatannya, Gary Neville. Tak lama kemudi an, Palu Scholes turut pula menyusul keluar. Ferguson mungkin ingin menunjukkanpada Beckham, bahwa regenerasi di tim ini pasca keluarnya dia tetap berlansung mulus. Mereka konstan di jalur juara dan sukes menggamit gelar Liga Champions dua tahun lalu.

Bahwa pertandingan itu memang disiapkan untuk Drama seorang Beckham, nampak jelas dalam eksekusi tendangan bebas ataupun tendangan sudut. Pada pertandingan semalam, Pirlo dan Ronaldinho tak sedikitpun 'mengganggu' Beckham. Hal ini berbeda dengan pertandingan-pertandingan lain, dimana ketiga orang ini sering kali seperti berebutan untuk mengambil kesempatan itu.

Sayang, drama itu tidak berlangsung seperti yang saya inginkan. Beckham gagal mencetak gol, walau secara keseluruhan dia tampil apik. termasuk dengan tendangan first timenya yang di mentahkan sempurna oleh Van Dar Sar.
Sekali lagi sayang, drama itu tidak berlangsung sempurna. Saya berharap, semalam itu Beckham mencetak gol ke gawang MU melalui tendangan bebasnya, namun dia tidak merayakan selebrasi gol itu. Dia cukup bergerak ke arah penonton dan melakukan penghormatan. Dan segenap pendukung MU pun melakukan standing Applause untuk gol tersebut. . . begitu kira-kira Drama yang ku skenariokan . . . Tapi tak apalah, semuanya sudah berlangsung. Penghormatan para pendukung MU terhadap dirinya saat laga berakhir, cukup untuk membuatku yakin bahwa Beckham masih sosok idola bagi para United Nation, termasuk bagiku.

. . . . . Saya sebenarnya masih berharap, akan tercipta drama lain di fase berikutnya. Yaitu saat drawing mempertemukan MU dengan Real Madrid. Drama itu tentu saja tentang legenda lain, Cristiano Ronaldo. Sayaaaaaang, Madrid sudah tutup buku semalam.

Tapi begitulah, sepakbola takkan pernah kehilangan daya tariknya, karena sudah dijejali dengan kehadiran dram-drama seperti ini. Dan seperti yang lainnya nanti . . .


Makassar, 12 Maret 2009

0 komentar:

Posting Komentar