Jumat, 19 Maret 2010

Rooney dan Kecemasan


Wayne Rooney menebarkan kecemasan . .!!.

Roy Hodgson, manajer Fulham, menampakkan raut muka yang sedikit lega saat wasit, Michael Jones, membunyikan peluit babak pertama berakhir. Tim asuhannya mampu bertahan sejauh itu. Papan skor masih tetap dan tak berubah, 0-0. Baginya, ini mungkin sebuah pencapaian yang lumayan melegakan. Mereka belum kecolongan, mesti sepanjang babak pertama konstan menerima gempuran dari Manchester United, lawan mereka yang merupakan sang juara bertahan sekaligus pemilik stadion tempat dihelatnya pertandingan itu.

Namun kelegaan Hodgson tak bisa ditahan lama, babak kedua segera dijelang. Hantu ketakutan itu masih ada, menebarkan rasa cemas, dan mereka pun harus siap dengan dengan kemungkinan yang terburuk. Benar saja, belum lama dia duduk kembali di kursi stadion itu usai turun minum, satu gol sudah bersarang ke timnya. Sang pelaku, adalah sumber kecemasannya selama ini, Wayne Rooney. Usai gol cepat itu, semuanya pun berubah. Pertahanan kokoh yang mereka bangun di Babak pertama tak ada lagi. Hasilnya, dua gol lainnya menyusul datang bertamu ke jala Fulham.

Pertandingan pun berakhir dengan keunggulan telak 3-0 untuk Manchester United, sekaligus membayar tunai ‘hutang’ mereka di pertemuan pertama Desember lalu, dimana saat itu MU dicukur Fulham dengan skor yang sama.

Hogdson tak berbicara banyak saat diwawancarai usai pertandingan itu. Dia tak tertarik mengomentari skor telak yang barusan didapat. Tapi dia lebih suka menyorot Wayne Rooney, yang dua kali menjebol gawang timnya. Menurutnya, dengan penampilan seperti itu, “Rooney mengirimkan pesan kecemasan pada siapa saja . . ”.

Tentu saja ini adalah sebuah pesan serius. Sebelum menghantam Fulham dengan dua golnya semalam, pada tengah pekan lalu Rooney sukses mempecundangi AC Milan di ajang ECL dengan jumlah gol yang serupa. Total general dia sudah punya 32 gol untuk musim ini di semua ajang yang diikutinya.

Stabilitas Rooney dalam menambah kuantitas golnya dalam beberapa bulan terakhir ini memang membuatnya layak menjadi sumber ketakutan.

Namun, kecemasan dan ketakutan 'atas' penampilan apik Rooney itu tidak hanya hadir bagi mereka, para kompetitor Manchester United. Ada kecemasan dalam bentuknya yang lain. Kecemasan yang --mungkin-- dirasakan oleh warga Inggris dan juga oleh seorang Italia bernama Fabio Capello.

Publik Tanah Inggris dan Capello, mungkin akan bertepuk tangan saat menyaksikan gol demi gol yang dilahirkan oleh Rooney. Tapi mungkin juga, ada kecemasan yang turut hadir usai meredanya tepuk tangan itu. Kecemasan itu berakar dari pertanyaan sederhana " Sampai dimana Rooney bisa menjaga konsistensinya ? Bisa kah dia terus seperti itu setidaknya hingga 4 bulan ke-depan ?" . . . Konteks pertanyaan ini jelas. Mereka membicarakan tentang kiprah Tim Nasional Inggris yang akan bertarung di Piala Dunia Afsel mendatang.

Ada harapan yang begitu menjulang saat Rooney tampil seperti ini. Dia begitu diharapkan oleh publik Inggris serta sang pelatih timnas, Fabio Capello, untuk menjadi sumber lesakkan gol tim Inggris nantinya. Meneruskan apa yang sudah dilakukannya saat ini, dan mengantarkan setiap kemenangan bagi tim. Dan dengan penampilan seperti ini, hal itu sangat mungkin termungkin. Tapi, Piala Dunia tidak digelar hari ini. Masih ada rentang 3-4 bulan. Dan dimasa-masa penantian itu, masih ada banyak hal yang mungkin terjadi. Termasuk . . 'Hal Buruk.'

Empat tahun lalu, menjelang digelarnya Piala Dunia 2006 di Jerman. Manchester United menjalani duel krusial dengan seteru-nya Chelsea. Pada menit ke-80, sebuah tekel dari belakang Paulo Fereira sukses membuat Rooney tersungkur. Dan kelanjutan buruknya, Rooney mengalami cedera serius hingga harus absen selama 6 minggu. Dan itu berarti dia harus melewatkan dua partai awal Piala Dunia . . . . . .

Di hari-hari ini, ingatan buruk itu hadir lagi bagi masyarakat di Inggris. Maka wajar jika mereka merasa . . CEMAS.

Ya, masih ada tiga bulan lagi menjelang Piala Dunia. Dan parahnya, tiga bulan terakhir ini merupakan 'tiga bulan yang keras' disemua perhelatan kompetisi. Bagi mereka yang berada dipapan atas, masa itu adalah pacuan terakhir untuk tiba sebagai yang terdepan di ujung jalan nanti. Sedangkan bagi mereka yang berada di papan bawah, tak ada pilihan selain bertarung keras untuk mempertahankan eksistensi mereka di kasta tertinggi. Dan saat semuanya menjadi sangat penting dan krusial, maka dipastikan setiap pertandingan akan berjalan dalam tensi tinggi. Bagi setiap pemain, yang akan hadir kemudian adalah 'resiko rentan terhadap cedera'. Apalagi, fase-fase sulit ini hadir ketika kompetisi sudah berjalan lama dengan tingkat kelelahan yang mungkin sudah memuncak.

Khusus bagi seorang Rooney, resiko dan ketakutan seperti itu tidaklah kecil.

Dengan koleksi golnya yang begitu mencolok, dia akan terlihat sebagai mangsa bersama yang harus dihentikan dengan berbagai cara. Tak bisa membiarkan dia berlama-lama memegang bola, karena itu bisa beresiko fatal. Upaya menghentikan diapun bisa hadir dengan berbagai macam cara. Posisinya sebagai target-man, juga meningkatkan faktor resiko itu. Lihat saja, selama ini jika United melakukan serangan balik, Rooney harus selama mungkin menguasai bola sembari menunggu bantuan dari dua penyerang sayap-nya (Nani dan Valencia). Dan dalam waktu itu, dia sangat beresiko dicederai oleh lawan.

Musim ini, Rooney memang ketiban tanggung jawab yang lebih di banding pada musim-musim sebelumnya. Dulu, dia masih bisa berbagi tempat dengan C. Ronaldo. Saat melawan MU, perhatian para penjegal-penjegal lawanpun tidak sepenuhnya tercurah pada Rooney. Ada Cristiano yang gaya bermainnya lebih 'menarik' untuk dihentikan. Namun dimusim ini, 'perhatian' itu terarah sepenuhnya pada Rooney. Minimnya kontribusi Barbatov, serta cedera yang tak kunjung beranjak dari Michael Owen, berakibat dilimpahkannya beban lini depan pada Rooney seorang. Dari pertandingan ke pertandingan, jelas terlihat ketergantungan MU pada pemain ini. Dan kini, dia pun tampil 'solo' dengan dominasi total sebagai sumber gol MU.

Belum lagi kalau menyimak dari gaya bermain Rooney yang seorang petarung tulen. Sifat dan watak kerasnya ternyata sejalur dengan determinasi dan daya juangnya saat bermain. Banyak data yang menunjukkan kalau 'Distance Coverage' pemain ini selalu menjadi yang tertinggi diantara barisan penggedor MU. Rajin menjemput bola ke belakang, tak segan turun hingga ke tengah, dan selalu berada dimana bola bergulir. Dia pun tak segan membenturkan badannya dengan pemain lawan kalau tengah berebutan bola. "Jangan coba merebut bola dari pemain ini, karena dia tak akan segan mengejar kemanapun kau pergi guna merebut kembali bolanya ". Itu pesan yang pernah disampaikan Alex Ferguson. Singkatnya, dia adalah pemain yang senag beradu fisik dan . . 'Penuh Resiko'

Saat ini, Manchester United masih konstan dalam jalur cepat perebutan gelar juara Premiership bersama Chelsea dan Arsenal. Di ajang liga Champions, United belum terhenti dan akan bertarung di Perempat final dalam beberapa waktu kedepan. Dan Rooney, tetap akan menjadi andalan dan tumpuan utama di lini depan MU. Itu berarti juga, dia adalah 'target penting' bagi bek-bek lawan.

Gol demi gol masih diharapkan lahir dari kakinya. Dan itu mensyaratkan sebuh kerja keras yang konstan dan berkelanjutan. Belum lagi kalau dia harus memenuhi ekspektasi media yang membandingkannya dengan Cristiano Ronaldo. Simak saja, media selama ini seolah 'menuntut' Rooney untuk bisa memenuhi jumlah capaian Cristiano Ronaldo 2 musim lalu. Kala itu CR7 sukses mengukir 42 gol disemua ajang. Dan beban itupun terlihat mulai ditempakan pada Rooney.

Masih ada 3 bulan lagi sebelum Piala Dunia dimulai. Dalam masa itu, publik Ingris dan Fabio Capello mungkin akan terus merasa cemas. Terlebih setelah pekan ini, mereka dipastikan 'kehilangan' David Beckham yang harus absen pada gelaran Piala Dunia terakhirnya, akibat mendekap cedera selama 5-8 bulan mendatang . .

Dan diantara lesakkan gol demi gol Rooney nanti, mereka pun akan terus berdoa dengan cemas, "Semoga Rooney tak turut menyusul Beckham "


*Also Published in KOMPASIANA.COM

0 komentar:

Posting Komentar