Jumat, 19 Maret 2010

With Him . . .


Hampir 5 jam menjelang pertandingan, Kereta Api Cepat (MRT) yang aku tumpangi akhirnya behenti ditujuan itu, Centrale Stazione Milano. Hawa dan aura panas pertandingan antara klub terbesar di kota ini, AC Milan menghadapi klub pujaanku Manchester United, langsung terasa saat pintu kereta terbuka. Kibaran bendera dan emblem kebesaran AC Milan, serta suara gemuruh nyanyian para tifosi AC MIlan langsung menyerbu telingaku. Suara itu serak, dan kadang tak jauh beda dengan teriakan tanpa nada. Mereka ini, tentu saja merupakan para tifosi, yang jumlahnya sekitar 50-an orang. Mereka berbaur bersama dan menguasai beberapa petak tempat duduk dekat pintu masuk ke Peron 5. Beberapa diantaranya mengancung-ngancungkan minuman yang bagiku tak jelas apa. Tak jauh dari mereka, sejumlah polisi berkumpul bergerombol sambil menghisap cerutu Bastigone. Mata mereka tetap awas terhadap kelompok tifosi itu, dan juga pada kami, para penumpang yang baru tiba.

Turun di stasiun, mataku langsung kulemparkan ke seantero bagian dari stasiun itu, menyimak jika ada kelompok suporter MU juga di sekitar situ. Aku ingin bergabung dengan mereka. Maklum, ini kedatangan pertamaku di Kota Milan. Belum begitu jelas bagaimana rute yang harus ku lalui untuk tiba di Stadion San Siro nanti. Olehnya, akupun mencari mereka, para Hooligans Setan Merah. Namun, mereka masih tak menemu.

Sejumlah penumpang MRT yang tadi bersamaku dalam perjalanan dari Kota Marseille juga sudah keluar berhamburan dari perut Kereta. Beberapa diantaranya langsung membuka jaket yang mereka kenakan dan memperlihatkan identitas sebagai kelompok supporter Milan. Meraka langsung bergabung dengan para kelompok tifosi yang sudah sedari tadi bernyanyi-nyanyi tak jelas di stasiun itu. Aku mulai berharap semoga ada diantara mereka yang keluar dari dalam kereta itu, merupakan suporter MU. Baru setelah sekitar lima menit menunggu, seorang lelaki bertubuh besar dan berkepala botak keluar dari pintu nomor 3. Tanpa banyak berpikir, dia membuka sebahagian jaketnya. Walau hanya sebahagian, namun bisa terlihat jelas lambang kebesaran Manchester United di bagian kiri dadanya. Warna kuning yang menempel diantara warna merah itu memang terlalu dominan dan menarik perhatian. Termasuk perhatianku yang memang sudah sedari tadi menantikan orang yang mengenakan pakaian berlogo itu. Sejenak saya menarik napas panjang .. " Akhirnya ada juga .. "

Lelaki bertubuh besar itu tampak berjalan santai di depan para tifosi. Matanya sesekali di lirikkan ke arah mereka. Para tifosi itu, tentu saja langsung mengenali dia sebagai bagian dari pendukung tim lawan yang akan di hadapan nanti. Sejumlah kata-kata dan teriakan langsung mengucur dari mulut mereka. Bagi saya, apa yang mereka katakan tak jelas apa, karena disampaikan dalam bahasa Italia. Yang jelas diantara kata-kata itu, terselip Kata 'Manchester United'. Entah kalimat apa yang mengirtingi kata-kata itu. Tapi yang pasti, itu ditujukan pada lelaki bertubuh besar yang terus berjalan acuh tak acuh itu.

Tanpa ragu lagi, aku langsung membuntuti lelaki itu. Mengikutinya keluar dari stasiun tersebut denga langkah yang bercepat-cepat. Memang, aku tak seberani dan senekat dia untuk membuka, walau sebagian, jaket yang kukenakan dan mempertontonkan identitasku sebagai seorang anggota 'United Nation' dari baju yang kukenakan. Aku sudah kerap mendengar brutalitas para ultras garis keras di dunia sepakbola Italia. Terlebih bagiku, ini kunjungan pertama.

Andrew Hutchinson, lelaki bertubuh besar itu. Akhirnya aku berani mendekati dan berkenalan dengannya saat tengah menunggu Rapid Bus menuju ke Stadion San Siro. Tampangnya yang sebegitu sangar ternyata tak selurus dengan kepribadiannya yang ramah pada awal pertemuan kami. Saat itu aku memperkenalkan diri sebagai seorang pendukung MU yang tak begitu paham alur untuk menuju ke San Siro. Aku membuka sedikit resleting jaketku untuk sekedar menunjukkan jatidiri dan identitas dukungan yang akan kuberikan nantinya melalui baju yang kukenakan. Dia mengangguk pelan dan memberikan salam perkenalan sambil tersenyum kecil. Fuiihhh . . lega rasanya.

Selama menunggu kedatangan Bus itu, kami menjalani sebuah percakapan panjang tentang banyak hal. Andrew, ternyata sudah beberapa kali datang ke Kota ini. Yang terakhir adalah saat dia menyaksikan kekalahan menyesakkan 3-0 MU dari Milan beberapa tahun silam. Sebagai seorang pendukung MU, dia nyaris tak pernah absen jika Mu menjalani lawatan luar negeri di ajang Liga Champions. Sejauh, pertandingan itu masih berada di kawasan Eropa Barat. Dia sendiri tadi memulai perjalanan dari Kota Marseille. Sebagai seorang Nakhoda Yatch, setengah dari masa kerjanya memang dihabiskan di kota pelabuhan itu, melayani para wisatawan yang ingin berlayar di laut tengah dan laut Mediterania. Namun sekali dalam seminggu, dia selalu menyempatkan diri untuk kembali ke kota Manchester di Inggris, menemui keluarganya.

Tengah asyik berbagi cerita, tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari dalam ruang stasiun yang tadi kami lalui. Sesekali suara teriakan lantang dan nyaring hadir secara sporadis. Andrew lalu menatapku sekilas, tersenyum dan berkata :
"They coming . . . " .. saat itu, masih tak cukup jelas siapa yang dia maksudkan. Beberapa polisi terlihat mendekati pintu keluar stasiun tak jauh dari tempat kami berdiri saat itu. Mereka dalam keadaan siaga dengan alat pengamanan mereka masing-masing. Polisi yang menunggangi seekor kuda besar juga terlihat datang. Jumlahnya sekitar 7 sampai 10 orang. Perasan takut mulai menghinggapiku. itu cukup jelas. Tapi Andrew terlihat begitu tenang, bahkan tersungging kecil.
Aku coba melihat dia lagi untuk meminta iinformasi tentang siapa yang datang itu. Sayang, Andrew tak menjawab dan hanya mengangkat bahunya seraya berkata pelan :

" just wait, hear and see .. "

Telingaku kupasang tajam-tajam untuk mengidentifikasi suara gemuruh apa yang datang dari dalam itu. Pintu kecil dengan kaca gelap menghalangi arah mataku untuk bisa menengok apa sebenarnya yang terjadi. Makin lama, suara gemuruh itu makin dekat dan keras. Makin kupertajam pendengaranku untuk mendengar gemuruh itu, perlahan senyuman mulai tergerai di bibirku. Aku mengenali betul suara itu, dan apa yang mereka teriakan :

"We are the pride of all Europe; The cock of the North; We hate the Scousers, the Cockneys of course . . . "

Yaaaaa !!!! They Are Come . ." Teriakku pada Andrew

Saat itu, Sekelompok suporter United baru saja tiba di Stasiun kota Milan.

Aku langsung tersenyum lebar dan melihat Andrews. Dia hanya menganggukkan kepala dan berkata : "Open Up, Fellas. United Nation Are here !! "

Tanpa ragu lagi, aku langsung membuka jaket yang kukenakan dan memasukkannya ke tas punggung yang sedari tadi kupanggul. Bersamaan dengan itu, pintu keluar dari Centrale Stazione Milano mulai memuntahkan ratusan Hooligans MU berjubah merah dengan berbagai atributnya yang semarak. Teriakan-teriakan dan lagu-lagu mereka memekakan gendang telingaku, sekaligus membuat bulu kudukku merinding karenanya . . . .

Dalam sepersekian detik, aku dan Andrews sudah berada diantara lautan merah itu. Memasuki aura kemegahan United dan membiarkan adrealinku berderap cepat dan mengalir kuat. Lali bersorak, bernyanyi dan berteriak lantang :" We are United, We are United, We'll keep the red flag flying high. Now, We'll go to conquer The San Siro " . . . . .



* Arrrghhhh . . .sorry terputus ka' ceritanya, karena adikku tiba-tiba kasih bangun buat mengantar dia.

0 komentar:

Posting Komentar