Jumat, 19 Maret 2010

Knights Tale 4



Pantai Cherbourg di pesisir barat Prancis adalah sebuah hamparan yang memanjang sejauh kurang lebih 9 km dari belahan utara ke arah selatan. Garis pantainya cukup lebar. Mungkin sekitar 60 meter jika diukur saat air pasang berada pada titik maksimalnya. Sedangkan pada saat air surut, lebar pantainya bisa mencapai jarak sekitar 130 meter.

Pasir di pantai itu begitu halus. Layaknya pasir pilihan yang telah melewati proses pengayaan terlebih dahulu. Warnanya pun putih jernih dan nyaris tak bernoda. Berpadu dengan warna laut biru disekitarnya, menjadikan pantai ini sungguh indah dan eksotik. Beberapa bukit kecil yang berbaris rapih dengan tingkat ketinggiannya yang tidak seragam menjadi pembatas alamiah antara pantai tersebut dengan dataran hijau yang akan ditemui setelahnya. Mungkin hanya burung-burung yang beruntung bisa menikmati lukisan Tuhan yang luar biasa ini dari angkasa sana. Sebuah dataran hijau dan lautan biru diantarai oleh garis berwarna putih dari pantai yang memanjang. Menakjubkan. . . . . . . ..

Tapi hari itu, ada pemandangan berbeda di Pantai Cherbourg. Saat pantainya tak lagi putih dan lautnya tak lagi biru. Sebuah warna yang tak biasa mendadak hadir menggantikannya. Warna merah, tiba-tiba menjadi dominan disatu bagian di pantai yang terbiasa dengan ketenangan itu. Birunya laut dan putihnya pasir pantai seakan tenggelam dalam ramainya warna merah yang hadir seragam. Dan merah itu, tak sepenuhnya diam. Itu adalah merah yang bergerak dan yang beraktifitas. Merah itu adalah warna pakaian kebesaran dari ribuan prajurit kastil Old Trafford yang saat itu tengah berlabuh di pantai Cherbourg ini, untuk membangun sebuah pijakan awal di benua Eropa.

Para prajurit dan ksatria ini berasal dari dataran Inggris Raya. Mereka datang lagi ke benua Eropa untuk kesekian kalinya sebagaimana saat ini, sebagai bangsa penakluk. Ada ancaman dan ada tantangan yang harus mereka tuntaskan. Bangsa Catalan dari Spanyol dianggap telah berlaku lancang dengan mencoba menancapkan dominasi mereka di Eropa. Kelancangan itu bahkan berlanjut hingga ke dataran Inggris saat mereka membumi hanguskan kastil Stamford Bridge dan mengirimkan pesan tantangan ke Kastil Old Trafford, sang pemegang tahta di Tanah Britania dan seluruh Eropa. Tantangan itu disambut tanpa keraguan. Dan ratusan kapal yang memuat Ksatria dan ribuan prajurit Old Trafford pun bergerak dalam satu armada tempur raksasa dari tanah Inggris ke daratan Eropa, untuk memenuhi tantangan bangsa Catalan itu.

Armada ini baru tiba kemarin sore di pantai barat Cherbourg. Setelah melewatkan malam untuk beristirahat, aktifitas raksasa pun terhampar pada pagi harinya. Operasi pendaratan ribuan prajurit dan penurunan ratusan ton logistik keperluan perang. Sungguh, bukan perkara mudah untuk mengorganisir kegiatan ini. Sebuah pendaratan yang melibatkan begitu banyaknya orang dan barang, di tengah minimnya lokasi pendaratan yang layak.

Di pantai Cherbourg itu sendiri sudah berdiri ribuan tenda peristirahatan sederhana. Tenda-tenda ini didirikan oleh ratusan pasukan perintis yang pertama kali mendarat di pantai. Aktifitas pendirian sudah dimulai sejak kemarin sore dan berlanjut hingga malam bahkan dinihari. Tepat saat matahari bersinar pagi harinya, ribuan tenda berwarna merah ini sudah terpancang di kawasan pantai dalam wilayah seluas kurang lebih 3,5 km persegi.

Ukuran tenda-tenda yang didirikan itu tidaklah sama. Tapi yang terbesar diantaranya terpancang tepat ditengah-tengah. Daerah sekeliling tenda besar itu juga relatif lebih berjarak dari tenda-tenda kecil lain yang mengintarinya. Di beberapa titik terlihat pasukan pengawal yang berdiri diam dan kaku. Mungkin inilah definisi lain dari kata siaga. Jumlahnya mereka, para penjaga itu, cukup banyak. Sekitar 30 sampai 40 orang yang berbadan tegap. Tenda itu sendiri didirikan menghadap ke arah lautan, tanpa pintu. Penutupnya hanya berupa kain panjang yang halusnya bukan main. Mungkin saja terbuat dari sutera. Pintu yang sangat mudah untuk disibak. Ada sebuah karpet merah sepanjang 10 meter yang menjulur dari dalam tenda itu ke arah luar. Jelaslah bahwa itu bukan tenda prajurit kebanyakan.

Dan memang, dari tenda itulah seluruh organisasi dari pendaratan ini diatur. Bahkan keseluruhan perang yang akan mereka jalani nantinya, dipikirkan ditenda ini. Di dalamnya, sang panglima perang sekaligus pemimpin tertinggi kastil Old Trafford, Sir Alex Ferguson bersama beberapa Ksatria-ksatria nya akan beristirahat.

Tapi saat itu, beberapa diantara ksatria itu tidak sedang berada di dalamnya. Mereka berada diluar, tengah mengamati proses pendaratan pasukan dan logistik dari sebuah menara kayu yang baru saja didirikan tadi malam. Menara itu bertinggi sekitar 10 meter. Keseluruhan tiang penyangganya berasal dari kayu. Tapi bukan kayu yang didapat dari daerah situ. Karena tidak ada kau sejenis itu di wilayah Cherbourg. Kayu itu memang sengaja dibawa dari daratan Inggris

Menara-menara semacam itu didirkan dalam jumlah yang cukup banyak. Ada yang terletak di tengah-tengah lautan tenda dan prajurit di pantai itu. Dan lainnya tersebar di garis terluar lokasi pendaratan. Fungsinya sudah jelas, sebagai menara pengintai dan pengawas. Beberapa diantaranya berdiri tepat diatas bukit yang membatasi antara dataran hijau dan kawasan pantai di semenanjung Cherbourg itu.
Untuk naik ke atas menara itu, harus melalui seutas tali serabut yang telah dibentuk dan dianyam sedemikian rupa menjadi semacam anak tangga.

Menara dimana tiga orang Ksatria Merah nan Agung tengah memantau itu, berlokasi tepat di tengah-tengah. Sekitar 40 meter dari tenda besar tempat mereka beristirahat. Dan diatas menara itu tidak hanya mereka saja. Ada juga seorang perwira logistik yang sedari tadi tak putus-putusnya memantau kegiatan pendaratan melalui teropong miliknya. Perwira itu bertubuh agak gempal. Usianya mungkin sudah separuh baya. Beberapa uban tampak menyala diatas kepalanya. Dari tampilan fisiknya, dia memang bukan tipe perwira lapangan yang turun bertarung. Namun dia lebih banyak berkutat pada urusan logistik dan manajemen kebutuhan para pasukan tempur. Seperti kali ini, dia terlihat sibuk mengatur operasi pendaratan pasukan dan penurunan logistik.

“Berapa lama lagi yang kita butuhkan menyelesaikan ini . .?” Tanya Fletcher, salah seorang anggota Ksatria Merah Old Trafford pada si Perwira tadi. Mata kedua orang yang baru membuka komunikasi itu memang tidak saling melihat, tapi terarah ke depan dimana aktifitas pendaratan raksasa tengah berlangsung.

Perwira yang ditanyai itu diam sejenak. Memincingkan matanya, seolah tengah memikirkan sesuatu dengan kerasnya dan mengkira-kira . . . . .. .

“ . . . . Hmmm, dengan kondisi pendaratan seperti sekarang ini, setidaknya kita perlu 3 hari”. Jawab perwira itu kemudian.

Fletcher hanya mengangguk ringan mendengar jawaban itu. Matanya masih terus menatap aktifitas lautan merah manusia dipantai.

“ Kenapa harus se-lama itu . . ?”. Cristiano, seorang Ksatria lain yang sedari tadi berdiri dibelakang mereka, tiba-tiba menyeruak ke depan. Matanya menatap beku ke arah perwira logistik itu. Dahinya berkerut, seakan tak senang mendengar jawaban itu.

Yang ditanya, sekilas nampak keget. Namun dia tak lantas berbalik ke sosok yang sedang bertanya. Dia tak berani melihat ataupun beradu tatap dengan ksatria yang tengah memandanginya dengan mata tajam. Dia tahu ada terselip ketidaksenangan di mata anak muda itu. Dia kenal siapa ksatria itu, Cristiano. Nama yang sudah berkibar sebagai petarung tangguh. Dia nyaris memenangkan semua pertempuran yang diikutinya. Sayang, dia juga menyimpan sikap tempramen yang mudah meledak-ledak jika ambisi dan keinginannya tidak terpenuhi. Dia begitu mudah tersulut amarah. Semua orang tahu itu. Dan mereka memahaminya. Mungkin karena pengaruh usianya yang masih muda. Untunglah, sang perwira itu perlahan mulai bisa menguasai diri.

“lihat saja di sebelah sana . . .!!!!”. Perwira penanggung jawab itu menunjuk ke arah kiri mereka. Semua mata yang ada diatas menara pemantau itupun patuh memandang ke arah itu. Sebuah pelabuhan tua nampak tengah teronggok lusuh, dan kapal berukuran besar tengah bersandar di salah satu sisinya. Beberapa prajurit tengah menurunkan barang-barang dari atas kapal tersebut. Mereka terlihat hati-hati sekali. Berjalan dan bergerak pelan dan penuh perhitungan. Tidak segesit biasanya, sebagaimana yang pernah mereka lihat.

“ pelabuhan itu ternyata tidak sekokoh yang kita perhitungkan. Kayu-kayunya……..sebagian besar sudah rapuh. . . . . . . Semalam, sewaktu melakukan inspeksi, dua prajurit kita terperosok dan jatuh ke laut karena salah berpijak. Sangat beresiko jika kita melakukan pembongkaran barang besar-besaran disana. Bisa-bisa pelabuhan itu ambruk seketika”. Jawab si perwira tersebut. Kali ini dia sudah berani menatap balik ke wajah Cristiano.

“ Tapi . . . satu garnisun pasukan sudah kuperintahkan untuk membuat pelabuhan tambahan di sebelah utara sana”. Lanjutnya semabari memalingkan pandangannya ke arah yang lain, dimana nun jauh disana, beberapa prajurit terlihat tengah mengukur-ukur sesuatu di tepi pantai.
“ Pelabuhan baru itu, mungkin akan selesai tengah malam nanti. Dan besok baru bisa kita gunakan . . . . ”. lanjut perwira tadi sambil menarik nafas panjang.

“Coba pikirkan cara lain. Bagaimana kalau . . . . . hmmm . . gunakan perahu-perahu itu untuk membantu menurukan logistik perang kita dari kapal-kapal pengangkut ke daratan “. Seloroh Cristiano kepada perwira itu.

Matanya sempat singgah sebentar ke wajah Fletcher dan Ryan Giggs, sang komandan Legiun senior. Seolah ingin meminta dukungan dan persetujuan kedua orang itu atas saran yang barusan diajukannya. Tapi percuma, dia tidak mendapatkannya. Fletcer justru mengacuhkannya, sembari terus memandang lepas ke depan. Sementara Ryan, hanya tersenyum kecil sambil menunduk dan mengeleng-geleng kepalanya. Sedari tadi dia terlihat hanya sibuk membersihkan kukunya menggunakan sebuah pisau kecil dengan bersandar di salah satu sisi menara itu.

“ Tidak bisa . . resikonya sangat besar.” Jawab sang perwira sembari berbalik menuju ke sebuah meja kecil dibelakangnya. Dia lalu mengeluarkan peta kecil yang tergulung di pinggangnya dan membukanya diatas meja itu.

“Kenapa ?. . resiko apa maksudmu . .?” Cecar Cristiano sambil terus menatap tajam ke arah perwira itu. Dia terlihat begitu geram.

“ Barang-barang yang akan dibongkar nantinya . . . sebagian besar berupa drum-drum yang berisi bubuk mesiu. Sangat beresiko kalau harus diangkut dengan perahu-perahu kecil yang mudah goyah itu. . . . sedikit saja terkena air laut, mesiu-mesiu itu akan segera menjadi sampah . . . . . . . tak ada gunanya lagi.” Jawab si perwira.

“Lagi pula . . . . . ratusan perahu kecil itu saat ini dikosentrasikan penuh untuk menurunkan para prajurit ke daratan, karena . . . kapal pengangkut mereka harus segera kembali ke Southamton untuk menjemput armada ke-II yang akan segera menyusul kemari jika kondisi di Inggris sudah memungkinkan ”. Sambungnya.

Dia kemudian menyibukkan diri dengan peta kecil yang sudah terhampar di depannya. Peta itu berupa formasi kapal-kapalnya secara keseluruhan dan titik-titik dimana kapal-kapal barangnya membuang jangkar. Sangat penting memang Peta semacam itu, untuk mengetahui dimana posisi kapal logistik ditengah ratusan kapal yang tengah terhampar di lautan.

Jawaban panjang dari si perwira itu cukup untuk menghentikan pertanyaan dari Cristiano. Namun dia masih terlihat gusar. Waktu pendaratan yang memakan waktu sampai 3 hari terasa lama sekali bagi dia. Seharusnya mereka sudah berada pada tahap persiapan pemberangkatan dalam 3 hari ke depan. Memulai sebuah perjalanan darat menuju Roma untuk menumpas ambisi bangsa Catalan disana. Sesuatu yang dia sudah tunggu-tunggu . . .

“ . . . dari awal saya belum paham, kenapa kita harus mendarat di pantai yang terpencil ini, dengan pelabuhannya yang sudah lapuk. Apa karena pemandanganya ? ……. Kita kan bukan datang untuk santai disini . . . !!!!!”. Cristiano memulai lagi celotehnya.

“ Kenapa bukan di Calais, atau Le Havre atau di Brest sekalian . . . .?” saya tahu tempat-tempat itu. Mereka punya pelabuhan besar dan kokoh. Dan disana, kita pun tak perlu susah dan berlama-lama seperti saat ini.” lanjut Cristiano mengomel. Suaranya mulai meninggi. Tapi tidak jelas, siapa yang dia omeli.

Ketiga orang yang bersamanya diatas menara itu seakan tak peduli. Mereka sibuk dengan dirinya masing-masing.

Tapi beberapa detik kemudian Ryan Giggs bangkit dari tempatnya bersandar dan berdiri tepat disamping Ksatria muda yang tengah kesal itu.

“ . . Sir Alex tentu saja paham semua keputusan yang diambilnya. Termasuk dengan pendaratan di Cherbourg ini. Jangan sekali-kali kau ragukan itu.” Ucap Ryan.

“ Iya . . tapi kenapa harus disini . .?” Tanya Cristiano yang memang belum paham.

“ . . . . . Bangsa Catalan . . . . . mereka penyebabnya. . . . . selama ini kita disibukkan dengan perlawanan orang-orang Liverpool di Tanah Inggris. Selama itu pula, bangsa catalan memanfaatkan kondisi itu untuk menaklukkan banyak kerajaan di tanah Prancis ini. Tidak hanya menaklukkan,. . . mereka juga menghasut kerajaan-kerajaan itu untuk memusuhi kita. . . . dan nampaknya, mereka berhasil.” Tutur Ryan Giggs.

Cristiano hanya terdiam mendengarnya. Giggs pun melanjukan ceritanya. . . . .

“ . .dari informasi yang kita terima. Kerajaan Lyon dan Monaco sudah dibawah kendali bangsa Catalan. Begitu juga kerajaan Bastia. Mereka ini, sewaktu-waktu bisa menyerang kita. Dan jika mereka melakukan itu, persiapan kita ke Roma bisa berantakan . . . Di sini, di Cherbourg, adalah satu-satunya tempat yang jauh dari jangkauan ketiga kerajaan itu. . . . Lagipula, tempatnya juga cukup terpencil. Kedatangan kita tidak akan di ketahui oleh mereka. Kalaupun mereka nantinya tahu, . . .. pasti butuh waktu lama untuk itu. “

Perlahan Cristian mengangguk pelan, tapi belum memberi respon apa-apa.

“ . . . . bayangkan kalau Sir Alex memutuskan untuk mendarat di pelabuhan-pelabuhan yang kau sebutkan tadi .. .! Resikonya besar. Mereka dengan mudah bisa mengetahui kedatangan kita, dan menyerang kita. . . . . . . . . Tapi disini, kita relatif aman “.

Ryan Giggs masih menatap pada Cristiano. Keduanya lalu membisu. Cristiano sendiri tak mampu membalas tatapan itu. Respeknya pada sang Komandan legiun selalu memukul telak keangkuhannya. Terlebih, ada sedikit penyesalan menyeruak dari dalam lubuk hati. Yang marah-marah tanpa mengetahui alasan jelasnya.

Beberapa saat berselang, tali tangga disamping menara yang menjulur ke bawah itu bergerak. Seseorang nampaknya tengah naik ke menara itu.

Ya, benar saja . . . Seorang perwira menengah dengan jubah kebesarannya. Sesaat setelah berada di atas menara itu dia memberi hormat sembari melepas topi perang kebesarannya.

Ryan Giggs mengangguk, memberi kode bahwa dia sudah menerima penghormatan itu . . . . . .

“Ada apa . .?” Tanya Giggs

“ Sir Alex meminta semua Ksatria untuk berkumpul di tenda. Ada berita penting yang ingin disampaikan . .” Jawab Perwira yang baru datang itu.

“tentang apa . . ?” Tanya Fletcher yang sedari tadi diam.

“ Maaf . . Tuanku, saya tidak begitu paham. Yang pasti, tadi ada sepucuk surat dari Manchester, rumah kita. Surat itu di bawa oleh seekor merpati pos. Tentang isinya, . . . .. . saya tidak tahu. Tapi sekilas saya mendengar, Sir Alex mengucapkan kata . . Liverpool. Entah . . apa maksudnya. Tapi kemungkinan besar isinya tentang itu . . . . orang-orang Liverpool ”.

Mendengar penuturan itu, ketiga Ksatria old Trafford langsung tersontak. Mereka bertatapan satu sama lain. Wajah mereka langsung berubah serius, walau dipenuhi banyak tanda Tanya. Mereka secara serempak bergegas merapihkan jubah kebesaran mereka, menuju ke Tenda dimana Sir Alex tengah menunggu.

Cristiano sendiri secara khusus sempat menepuk pundak perwira yang sempat membuatnya geram itu sambil tersenyum. . . “Selamat bertugas sobat . . “. Ucapnya lirih.

Perwira gempal itu hanya mengagguk pelan sambil membalas tersenyum. Mereka bertiga pun berpamitan padanya, dan kemudian turun berurutan melalui tangga tali itu.

Di depan, Ryan Giggs masih diliputi ribuan keingintahuan akan apa yang sebenarnya terjadi di Manchester, di kastil Old Trafford nun jauh di seberang sana yang beberapa hari lalu mereka tinggalkan. Dahinya mengernyit. Pikirannya melayang, sehingga tidak peduli lagi pada puluhan pasukan yang membungkuk hormat di sepanjang perjalanannya ke tenda kebesaran.

Sepanjang jalan menuju tenda itu dia terus berguman lirih . .

“ . . . . . orang-orang Liverpool itu .. . . . apalagi yang mereka lakukan kali ini . . .”

Be . . . continued . . .

0 komentar:

Posting Komentar