Jumat, 19 Maret 2010

Knights Tale 1


Sisa-sisa pertempuran semalam masih terasa di tempat itu, walau belum sepenuhnya bisa dilihat dengan jelas. Asap-asap bekas pembakaran menyatu dengan debu dari bangunan yang roboh, mengurangi ketajaman mata setiap orang untuk melihat kehancuran seperti apa yang tengah berlangsung. Suara tangis dan ratapan kesedihan, konstan menyusup diantara kepulan debu dan asap itu. Sesekali, terdengar pula erangan kesakitan dari ksatria yang yang tengah terbaring penuh luka dan tanpa daya. Deretan bendera berwarna Biru yang menjadi simbol kebesaran daerah itu nampak dimana-mana dalam keadaan patah dan terkoyak. Beberapa diantaranya bahkan terbakar hangus. Kota itu, yang dikenal dengan nama Stamford Bridge, kini dalam keadaannya yang teramat pedih.
Tepat di tengah reruntuhan kota itu, terkapar sesosok tubuh yang rapuh. Dari pakaian yang dikenakannya, Nampak sekali dia bukan orang sembarangan. Karena yang dikenakannya itu adalah jubah kebesaran seorang ksatria. Dan di tempat itu, hanya dia yang memakainya. Tapi, kemegahan dari jubahnya itu seakan tak bernilai, karena tubuh yang dibungkusnya tengah sekarat tak berdaya. Napasnya tinggal satu-satu. Matanya nanar, menatap kosong ke langit. Beberapakali dia terbatuk-batuk dengan disertai kucuran darah kental dari mulutnya. Bekas lebam terlihat di beberapa tempat di wajahnya.

Beberapa waktu kemudian, derap kaki kuda terdengar riuh mendekati gerbang Kota itu. Jumlahnya banyak, mungkin puluhan. Mereka yang datang itu ternyata adalah sekumpulan ksatria dari wilayah lain. Kesemuanya tampil dengan jubah perang dengan warna kebesaran Merah yang gagah. Rombongan berkuda itu, tanpa kesulitan masuk melewati gerbang utama. Saat itu, gerbang utama kota memang tidak lagi berdiri sebagaimana adanya. Ada lubang besar menganganga disisi kanannya. Mungkin disebabkan oleh sebuah hantaman meriam. Dan pastilah hantaman meriam itu telak kenanya dan lebih dari sekali.

Mereka ini, dipimpin oleh seorang tua yang tampak begitu berwibawa. Guratan garis-garis kecil diwajahnya menunjukkan bagaimana panjang perjalanan dan perjuangannya. Tempat ini sendiri, bagi dia, adalah tempat yang akrab. Dia dan pasukannya sering kesini dengan berbagai keperluan. Dan sebagian besar diantaranya, adalah untuk penaklukkan. Sambil terus berjalan dengan kuda tunggangannya, matanya tak berhenti memandang ke sekeliling. Sejurus, hanya ada satu yang bisa dilihat, Kehancuran.

Di lain pihak, wajah-wajah ketakutan dari warga setempat terpampang saat rombongan itu melewati reruntuhan kota mereka. Mereka saling berpelukan satu sama lain, sambil sesekali memohon iba atas peristiwa tragis yang baru mereka alami. Mereka mengenal betul siapa rombongan ini. Musuh bebuyutan dalam beberapa dekade terakhir. Kota mereka kerap terlibat dalam pertikaian dengan rombongan berkuda yang datang ini. Tapi itu dulu. Sedangkan saat ini, Tapi saat itu, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mereka sudah terpuruk dan tengah terjengkang. Mereka tak mampu melawan lagi seperti yang dulu mereka lakukan. Perang dan kekalahan semalam benar-benar menjerumuskan potensi perlawanan mereka hingga ke titik terendah. Seluruh kota pun pasrah terhadan semua kemungkinan yang bakal menimpa mereka nantinya.

Rombongan pasukan berkuda tadi akhirnya berhenti di depan sesosok tubuh berjubah biru yang tengah tergolek tanpa daya tepat di tengah-tengah kota. Pemimpinnya kemudian turun mendekati tubuh itu. Dua orang kepercayaannya juga turut menemaninya. Dia kemudian berjongkok dan mengangkat tubuh lemah itu dengan tangannya sendiri dan menyandarkan di pangkuannya.

“ Apa yang telah terjadi disini. .?”. Tanya pemimpin rombongan berkuda itu.

Dalam kondisi sekarat, tubuh lemah yang tengah terbaring dipangkuan itu mencoba menjawab . . . . .
“ Me . . me . mereka . . cepat, kuat dan menghancurkan . . “ jawab orang itu terbata-bata

“ Mereka .? siapa mereka itu ? “

“ Mereka . . orang-orang dari Catalan . . . . . kami sudah coba untuk bertahan. Ta . .ta . . tapi, menjelang akhir pertempuran mereka berhasil membobol pertahanan kami . . . . dan menghancurkan semuanya”.

“ Apa yang mereka inginkan sebenarnya ? ” lanjut pemimpin rombongan ksatria itu.

Masih dalam perihnya, tubuh tadi –yang ternyata adalah pemimpin di Stamford Bridge—menjawab
“Mereka. . ingin . . ingin . . . menghancurkan seluruh Britania, menghancurkan dominasi kita selama ini. Lebih dari itu, mereka ingin merebut mahkota yang . .aghh . . yang kini kau pegang. Kini, mereka menunggu kedatanganmu . . . . dan pasukanmu di Roma. Mereka ingin me . . me . . melakukan perhitungan akhir . . di sana . . . ”

Sesaat setelah menjawab, tubuh itu terdiam kaku tak bereaksi . . . . . . jiwanya telah punah.

“Persiapkan upacara pemakaman untuk dia !!!”. perintah Pemimpin Rombongan ksatria berjubah merah tadi kepada anak buahnya.

Tubuh yang sudah tak bernyawa itu pun berpindah dari pangkuan sang Pemimpin ke anak buahnya. Pemakamannya akan segera dilaksanakan.

“Orang-orang Catalan itu . . . . apalagi yang mereka mau ?. Tidak puaskah mereka dengan kehancuran yang kita berikan setahun lalu. ? sekuat apa saat ini mereka sehingga berani menantang kita, SANG PENGUASA EROPA ?. “ ujar Pemimpin para ksatria berjubah Merah itu pada dua orang kepercayaannya yang sedari tadi mendampinginya.

“ Jadi apa yang akan kita lakukan, Sir ? ”. Tanya salah seorang kepercayaannya itu kepada pemimpinnya yang ternyata bernama lengkap Sir Alex Ferguson.

Sir Alex tidak segera menjawab. Dia kemudian naik ke sebuah reruntuhan bangunan kecil, berdiri disana menghadap ke arah pasukan berjubah merah yang dipimpinnya. . . .Dari posisi yang tinggi itu, dia kemudian menyampaikan pidato penting pada anak buahnya :

“ Para Ksatria Merah Old Trafford, dengarkanlah !!!!” Teriaknya lantang.
“ Akhirnya, saat itu datang juga, saat dimana kebesaran dan kejayaan kita digugat oleh oleh bangsa lain. Saat makhkota yang kukenakan ini, dan kemegahan yang ada pada diri kalian semuanya ingin dirampas. Dan mereka, yang ingin mencoba merebut ini, adalah Bangsa Catalan. Saya sudah mendengar tentang mereka beberapa waktu terakhir ini. Mereka memang ksatria tangguh, cepat dan haus darah. Mereka telah menaklukkan banyak tempat. Kerajaan Lyon di Prancis, kerajaan Lisbon di Portugal hingga bangsa Bavaria di Tanah Jerman. Tapi apakah semua itu membuat kita Takut . .?

TIDAAAAAAKKKK sama sekali TIDAAAKK !!!. INGAT !!, mereka itu, hanyalah sisa-sisa dari penaklukan kita setahun lalu yang kemudian menjadikan kita sebagai yang terbaik di seluruh daratan Eropa bahkan diseluruh dunia. Kita pun sudah kerap menghancurkan mereka. Dan sama sekali tidak ada alasan bagi kita untuk K A L A H !!!! . Sekarang, mereka kembali menantang kita untuk sebuah Pertempuran Penentuan . . The Decisive battle.

If They want a war . we will GIVE IT to them. And That’s what we are waiting for. We never afraid to anything coz we are the DEVIL’s . . the RED DEVILS !!!!!. “

Sir Alex kemudian mengeluarkan pedang panjang miliknya dan mengancungkannya ke langit sambil berteriak lantang . . . “THE RED DEVIL’S ARMY . . . . . . WE MARCH TO . . . . . . ROMA !!!!!!!!”

Teriakan yang kemudian disambut oleh gemuruh pasukannya “ TO GLOOOORRYYYY . . . .!!!!!!!”.

0 komentar:

Posting Komentar