Jumat, 19 Maret 2010

Petronas Tower





. . . . . . Beberapa tahun silam, saya sempat terlibat perdebatan dengan beberapa orang teman. Saat itu salah seorang dari kami menemukan sepotong kertas kecil yang bergambarkan beberapa bangunan tertinggi di dunia. Diantaranya adalah Empire State Building di Amerika serikat, Shanghai Tower di China dan Menara Eiffel di Paris. Tapi perhatian kami kemudian tertuju pada sebuah gedung kembar yang berujung lancip. Di kertas itu, tidak lagi bisa diketahui keterangan nama dan lokasi dimana gedung itu berada karena sudah tersobek sebagiannya. Bagi saya dan teman-teman disitu, melihat gedung kembar itu adalah untuk yang pertama kalinya. Belum ada satupun yang pernah melihat atau mendengar tentang bangunan itu sebelumnya. Iseng-iseng, kami mulai menerka-nerka dimana lokasinya. Dari enam orang kami yang berada disitu, 4 orang diantaranya menyebutkan bahwa gedung itu berada di Amerika Serikat. Satu orang lainnya menganggap gedung itu berada di di Jerman. Saya sendiri tidak sepakat dengan mereka. Karena setahu saya gedung tertinggi di negeri Paman Sam itu adalah Empire State Building. Sementara di Jerman, saya belum tahu kalau ada bangunan tertinggi atau semacamnya. Setidaknya seperti itu yang pernah saya dengar. Dan terkaan saya adalah : gedung itu berada di Korea atau Jepang, dua negara maju di benua Asia. . . . . Masing-masing dari kami kemudian ngotot dengan terkaannya. Saling beradu argumen untuk meyakinkan yang lain dan bahkan mengarang-ngarang cerita bahwa pernah melihat dan menyaksikan cerita tentang gedung itu di TV, walau sebenarnya belum pernah. ( pokoknya So' ta semua)

Sampai kemudian kami berpisah hari itu, perdebatan itu tak berujung kata selesai . . . . . Tidak ada yang mau mengalah, pun tidak ada informasi yang benar tentang itu dan segera topik itu menjadi usang bagi kami.

Baru beberapa bulan setelahnya saya kemudian mendapatkan informasi bahwa gedung itu letaknya di Malaysia, negara terdekat dengan Indonesia. Saya cukup terperanjat, dengan itu. Bukan karena tebakan saya dan teman-teman ternyata salah. Tapi karena tak menyangka bahwa gedung setinggi dan semegah itu bisa berada di 'negara semacam' Malaysia. Negara yang dulu kuanggap tidak lebih maju dari negeriku yang kucintai, Indonesia. Saat itu saya menganggap bahwa menara Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, masih merupakan bangunan tertinggi di kawasan Asia Tenggara ini. Tanpa kemudian menyadari bahwa sang tetangga di negeri jiran sudah mempunyai bangunan yang jauh lebih megah, lebih tinggi, dan jauh lebih fenomenal.

Siang kemarin, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di gedung kembar, yang bernama gedung Petronas ini. Sebelumnya, saya baru saja menemani Ibu Nur dan anaknya melakukan medical check up untuk kepentingan pendidikan di wilayah Bangsar. Usai dari situ, kami segera meluncur ke gedung kembar ini dengan menggunakan fasilitas monorel --yang di kota Jakarta masih berupa impian dan sebongkah pondasi tak terurus--.

Monorel ini mengantarkan kami langsung di lantai dasar gedung Petronas. Untuk mencapai lantai 1 dari bangunan utamanya, kita lalu berjalan melewati beberapa ruangan dengan desain interior yang futuristik. Pada dinding-dindingnya terpampang layar iklan digital yang gambarnya terus berganti-ganti. Lampu-lampu berwarna kuning syahdu yang dipasang di sepanjang ruangan yang kami lalui itu memberi kesan minimalis. Tanda-tanda sebuah kemewahan mulai muncul disitu.

Memasuki bangunan utama di lantai 1 gedung ini, kita akan berada di sebuah pusat perbelanjaan kelas dunia. Di pintu masuknya, kita lebih dahulu disambut oleh deretan counter makanan dan minuman ringan. Aneka macam roti istimewa yang harumnya sudah menusuk hidung dan menggerakkan kita untuk segera membeli. Memang, jika berkunjung ke tempat ini, membeli bekal seakan menjadi keharusan. Bangunan ini begitu besar untuk dijelajahi. Dan saat kita lelah, terdapat taman di bagian luarnya yang sangat nyaman sebagai tempat beristirahat sambil nanti menikmati jajan semacam ini. Seperti itu penuturan Bu Nur yang memang sudah sering berkunjung kemari.


Usai membeli 'bekal' dan melewati deretan stan makanan tadi, segera kita akan masuk ke surga-nya para shoppingholic. Ratusan stan dari produk-produk kelas dunia hadir disini. Sebut saja Versace, Tag Huer, Rodin, Minella Prince, Gierva, dan bahkan stan Cokelat Cadburry. Di bagian tengahnya, ada sebuah salon yang akan mengubah tampilan kita sebagaimana wajah para model di majalah-majalah. Beberapa orang turis asing terlihat menjadi pelanggannya. Sempat juga saya melihat 'produk jadi' dari salon ini yang tengah sibuk mengagumi riasan barunya di depan sebuah cermin, sementara pasangannya mengeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.

Iseng-iseng, saya masuk ke stan jam tangan Tag Huer untuk sekedar melihat-lihat dan ber-uji nyali mendengar harganya. Saya mencoba mengambil patokan harga yang saya anggap paling rendah. Di bagian itu ada tanda bertuliskan Cheap and elegant. Jam-jam di bagian ini diletakkan dalam jumlah dan deretan yang banyak. Berbeda dengan di sudut lain yang diletakkan secara ekslufsif. Jadi kemungkinan ini memang barisan yang termurah. Tapi perasaan sungkan untuk bertanya tiba-tiba hadir, jadi niat 'uji nyali' tertunda beberapa saat. Sampai akhirnya seorang pelanggan lain datang berdiri disampingku. Dialah yang kemudian bertanya tentang harga salah satu jam di barisan yang 'termurah' itu. dengan senyum manis-nya, sang penjaga menyebut angka 542 ringgit atau sekitar 17 juta rupiah. Penjaganya --yang manis itu -- sempat juga melirik ke saya, seolah menandakan bahwa informasi harga itu juga ditujukan ke saya. Saya cuman mengangguk pasti dan sok-sok ikut mengamati jam tersebut, lalu bergerak ke bagian lain sebelum akhirnya kabur meninggalkan stan itu. Saya pun berpikir, seandainya saya punya uang sebanyak itu, saya lebih memilih menjadikannya modal awal untuk melanjutkan sekolah disini. . . ..

Ada sekitar tiga atau empat lantai dari gedung ini dipergunakan sebagai pusat perbelanjaan. Pada lantai-lantai selanjutnya sudah merupakan tempat Perusahaan Petronas berkantor. Tidak begitu jelas bagi saya, ada berapa lantai sebenarnya gedung ini. Sebenarnya ada niatan untuk mencoba naik ke beberapa lantai selanjutnnya. Cuman karena itu adalah hari sabtu, maka dipastikan aktifitas di beberapa lantai atas gedung tersebut tidak ada. Dan akses ke sana pasti tertutup. Fasilitas untuk naik ke puncak gedung juga tersedia disini (semacam lift ke puncak Monas), tapi konon harganya cukup mahal dan di hari-hari libur semacam ini, orang berjubel ingin naik, hingga harus antri.

Karena bertepatan dengan hari libur (sabtu dan minggu adalah hari libur di Malaysia), tempat itu menjadi sangat ramai. Beragam orang tumpah ruah di tempat itu. Disinilah pentas multikultur dan antar bangsa tergelar. Kita bisa melihat berjenis-jenis orang dari bermacam-macam etnis yang lalu lalang untuk sekedar jalan-jalan ataupun membelanjakan kekayaan mereka. Gedung ini layaknya titik sentrum pertemuan berbagai keberagaman di dunia. China, Arab, India, Turku, Eropa, Afrika dan lain-lain.... Saya juga sempat melihat mereka, mulai dari yang berjubah panjang dengan janggut lebat menggantung sembari tangannya terus bertasbih, sekelompok wanita bercadar, hingga para perempuan yang hanya mengenakan hot pants yang pendeeeek sekali (seperti hampir tidak mengenakan celana sama sekali) . . . . .Sungguh, ini adalah sebuah etalase dunia.

Kami terus berjalan, menuju ke bagian ke bagian luar dari gedung itu . . . .

Setibanya dibagian depan gedung, ratusan orang ternyata sudah berada disana. Mengabadikan diri mereka saat berada dengan gedung megah ini. Mengambil sudut terbaik utnuk merekam keseluruhan bangunannya dan menikmati Malaysia pada satu titiknya. Hanya segelintir dari mereka yang berwajah melayu. Selebihnya adalah warga negara asing berwajah bule'. Mereka ini umumnya datang berkeluarga. Ada anak-anak mereka yang juga ikut serta. Saya mengamati mereka yang nampak begitu takjub dengan bangunan menara kembar ini, sebagaimana saya. Ketakjuban yang sebenarnya juga tertuju pada Malaysia keseluruhan. Sebuah negara yang mampu menggeliat karena perlawanan mereka terhadap barat. Saya pernah kenal sosok Mahattir Mohammad yang gencar menyuarakan perjuangan ke-samarataan dengan dunia luar yang sudah maju. Perlawanannya itu, tidak hanya dalam bentuk kritik vulgar terhadap Amerika (yang memang kerap dia suarakan). Tapi juga berupa perbuatan dan daya upaya untuk tidak dipandang remeh. Yaitu melalui kemajuan serta pembangunan. Dan konon, Gedung Petronas itu adalah salah bentuk perlawanan dan unjuk gigih mereka, bahwa mereka pun bisa. Terlebih karena gedung ini dibangun dari kerja keras mereka sendiri melalui perusahaan lokal kebanggaan mereka PETRONAS.

* Kuala Lumpur, Saat malam mulai menyentuh puncaknya

0 komentar:

Posting Komentar