Jumat, 19 Maret 2010

PUTRAJAYA TOUR



Kami tengah berada di sebuah kedai saat telepon Ibu Nur berbunyi. Pembicaraan yang tengah tergelar saat itu pun sekilas terhenti. Usai bercakap dengan si penelpon, Ibu Nur kemudian memberitahukanku, bahwa Prof. Ding sebentar lagi akan segera menuju ke posisi kami. Saat itu saya, Ibu Nur dan seorang mahasiswa Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) asal Indonesia tengah berada di wilayah Kajang,, sekitar 1 km dari Kampus UKM. Di tempat ini banyak tinggal para mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di UKM.

Ditempat itu juga kami bersepakat untuk bertemu dengan Prof. Ding. Guru besar kebudayaan asal UKM itu beberapa hari lalu berjanji untuk mengajak kami jalan-jalan ke wilayah Putrajaya. Dan hari ini, dia ingin menuntaskan janjinya itu. . . Beberapa menit kemudian, mobilnya pun tiba ditempat kami.

Diantara kami bertiga yang bergerak ke Putrajaya saat itu, memang hanya saya yang masih awam. Sekilas yang saya dengar adalah, bahwa tempat itu merupakan titik kosentrasi dari gedung-gedung pemerintahan Malaysia. Dahi saya sempat berkerut saat mendengar itu. "Gedung pemerintahan..? apa bagusnya..?". Selama ini dalam gambaranku, gedung-gedung birokrasi dan pemerintahan adalah tempat-tempat yang paling cepat membuat jengah. Terlalu banyak kekakuan dan kemapanan serta keseragaman yang berkelanjutan. Gedung-gedungnya pasti kusam tak terurus. Dan kalaupun diurus pasti serampangan, karena lebih banyak dana pengurusan yang 'ditilep' daripada yang benar-benar dimanfaatkan. Setidaknya seperti itu yang sering berlaku di Indonesia. Ah, tiba-tiba saya tersadar "saya khan sedang berada di Malaysia", sebuah negeri yang sejauh ini menampilkan banyak wajah berbeda dibanding yang sering ku temui di negeri sendiri. . . Tapi tetap saja, rasa penasaran terus meneggeluyuti sepanjang perjalanan.

Nanti setelah mobil kami perlahan mulai merayap masuk ke dalam komopleks Putrajaya ini, saya mulai terhenyak. "Inikah gedung-gedung pemerintahan itu, Waooowww..!!!". Mata saya seakan tak ingin berkejap menatap sejumlah bangunan yang ada. Memasuki kompleks Putrajaya, seakan memasuki sebuah wahana dalam dunia Fantasi dimana Istana-istana hadir berjajar-jajar. Sebuah dunia impian yang begitu memepesonakan. Sepanjang jalan itu, taman-taman bunga berwarna-warni hadir di mencuri perhatian mata kita untuk memandang. Rumput-rumput halus yang senantiasa terjaga, serta lampu-lampu jalan dengan bentuk yang unik dan khas. Menurut Prof Ding. Jika salah satu lampu ini rusak, butuh beberapa hari untuk normal kembali. Karena suku cadangnya tidak tersedia secara bebas, dan hanya diproduksi secara terbatas. Sejumlah papan iklan elektronik juga terpampang di sudut-sudut jalan. Termasuk papan iklan digital-nya Mancehster United yang saat ini memang tengah berada di KL.

Mobil kami kemudian berhenti di sebuah lapangan besar. Ini adalah titik pusat utama dari seluruh kompleks Putrajaya. Di situ berdiri sebuah bangunan megah dengan gaya arsitektur Melayu-Arabic. Bagian atas dari gedung itu terdiri dari beberapa kubah berwarna hijau. Puluhan bendera Malaysia berkibar kencang di depannya. Dan di sepanjang jalan masuknya, hadir pula bendera dan lambang negera-negera bagian di Malaysia. "Disitulah Pendana Menteri Malaysia berkantor".. ujar Prof Ding saat melihatku tengah melongo kagum. Gedung itu memang terlihat begitu anggun karena berposisi lebih tinngi dari yang lainnya. Penegasan bahwa 'yang tertinggi' tengah berada disini.

Tempat kami berdiri saat itu adalah sebuah lapangan yang mirip lapangan tianamen di China. Hanya saja di bagian tengahnya sudah dirias sedemikian rupa menjadi taman-taman dengan air pancur (fontaine) di beberapa titiknya. Bunga-bungan aneka warna juga tumbuh mekar di situ. Konon, itu adalah bunga-bunga langka yang sukses di revitalisasi lagi pemerintah Malaysia dan kemudian di patenkan. Jadi, hanya terdapat di negera itu, tepatnya di kompleks Putrajaya

Kami lalu bergerak ke arah danau yang terletak disisi lapangan. Danau ini dahulu adalah sebuah rawa-rawa yang kemudian dikeruk dan disulap menjadi lebih indah. Di situ juga ada boat wisata yang bisa digunakan untuk berkeliling-keliling danau. Dari sisi danau tempat kami berdiri saat itu, banyak yang bisa dilihat. Barisan gedung-gedung pemerintahan nun jauh disana (yang nantinya akan kami jelajahi), jhembatan-jembata dengan desain yang futuristik serta ikan-ikan mas berukuran besar yang tengah berkumpul di bawah danau itu, Memebri makan Ikan-ikan mas itu memang menjadi salah satu alternatif hiburan bagi mereka yang jarang melihat ikan berukuran besar.

Tak lama berselang, Prof Ding mengajak kami untuk makan di tempat itu. Sebuah restoran yang dijaga oleh orang-orang India memang berdiri disitu. Makan sebenarnya tidak menjadi harapan kami (saya dan Ibu Nur). Karena satu jam yang lalu kami baru saja menunaikannya. Perut masih terasa penuh. Alternatifnya, kami cukup memesan minuman saja. Pilihan saat itu jatuh pada kelapa muda. Tapi . . . . 'penyakit' Prof Ding kambuh lagi. Dia memaksa kami untuk makan saat itu. Pun makanannya adalah makanan yang tidak begitu akrab dengan kami. "pokoknya selama disini, kalian harus makan makanan yang tidak ada di Makassar" ujarnya sambil tersenyum. Kami hanya bisa pasrah saat melihat dia menenteng tiga piring mie. Tajuk mie itu adalah 'MIE ROJAK SINGAPORE'. "Mie dan Rujak " saya mulai bertanya-tanya dalam hati, bagaimana kalau kedua makanan ini di kompromikan. Perasaan saya mulai tak enak . . . tapi tak apalah, Prof Ding sudah begitu baik. Tak patut untuk ditolak...( weittsss, padahal penasaran ka juga)

Dan benar, bagiku mie ini rasanya tidak karuan. Terlalu manis dan . . . . pokoknya tak nyaman saat ditelan. Jujur saja, saya penggemar masakan yang manis-manis. Tapi untuk yang satu ini . . . ampuuuunn .. !!. Dengan ketabahan, saya coba menyelesaikan makanan itu. Bu Nur ternyata KO duluan. Dia mundur saat sendok yang ketiga selesai masuk ke mulutnya. Sementara saya masih mencoba untuk tegar dan berkeras mengimbangi Prof Ding yang makan dengan lahapnya. . . dan dengan perjuangan keras dan menyisakan beberapa item di piring, makanan itu kutinggalkan dalam keadaan 'sudah bisa disebut habis'.

Setelah makan, perjalanan kami berlanjut memasuki kompleks perkantoran. Sungguh sebuah pemandangan yang megah. Gedung-gedung pemerintahan itu berdiri dengan model arsitektur yang moderen dan unik. Tidak ada yang sama antara satu dengan yang lainnya. Berbagai sentuhan gaya dan seni bisa dilihat disini. Kekagumanku tiba-tiba terhenyak saat Prof Ding mulai berceloteh tentang Mahatir Muhammad. Sosok yang menggagas dan memulai program pembangunan kawasan pemerintahan Putrajaya ini. Menurutnya, ambisi besar Mahatir ini patut diapresiasi. Tapi disisi lain, pembangunan ini meninggalkan banyak cacat dalam pemerintahannya. Terutama dalam sektor keuangan negara. Pembangunan kawasan nan megah ini telah menguras pendapatan negara sampai pada titik terendah. Menurutnya, salah satu alasan kenapa Mahatir mau mundur dari Jabatannya sebagai PM beberapa tahun lalu ialah karena dia sadar sepenuhnya bahwa sudah tidak ada lagi kas di pemerintahan. Jadi diapun tidak ragu mundur. Kemauan keras Mahatir akan kawasan ini juga sempat menelan korban saat seorang petinggi Petronas meninggal dunia karena merasa terus tertekan oleh Mahatir. Mahatir memintanya untuk terus menggelontorkan sejumlah uang demi terwujudnya mega proyek ini, padahal kas perusahaan saat itu lagi limbung . .

Yah . . begitulah....selalu ada korban untuk setiap kemegahan. . . . .. . dan bagiku, apapun cerita dibaliknya, tempat ini sungguh memukau. Terlebih saat mengetahui bahwa ini adalah gedung pemerintahan.

0 komentar:

Posting Komentar