Jumat, 19 Maret 2010

University Kebangsaan Malaysia I





Prof. Nurhayati (ibu Nur) berjalan di depanku dengan begitu tergesa-gesa. Dia lagi kesal, dan saya tahu itu. Beberapa kejadian yang baru saja kami lewati sempat membuat dia sedikit emosi. Bagaimana tidak, beberapa 'misi' yang seharusnya kami tuntaskan hari ini ternyata gagal. . . . kami saat itu tengah berjalan menuju ke kantor ATMA di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). ..

Dari rumah tadi, kami berencana untuk menyelesaikan beberapa hal. Yang pertama adalah mengurusi visa pelajar Muthia (anaknya) di kampus lamanya. Setahun lalu, Muthia memang sempat mengambil short course psikologi di College Darul Hikmah. Saat itu visa yang digenggam Muthia adalah visa sebagai student di college ini, dan masih akan berlaku sampai bulan agustus mendatang. Dan karena tahun ini dia akan masuk ke University Of Malay, maka visa-nya juga harus menyesuaikan. Muthia harus membatalkan visa-nya yang college Darul Hikmah, agar supaya bisa mendapatkan visa di University Malay, karena sistem pendidikan internasional di negera ini tidak memperkenankan kuliah di dua tempat sekaligus. Tapi apa lacur, saat kami datang ke college Darul Hikmah ini, ternyata orang yang berwenang mengurusi itu sedang keluar kota. Dia tengah berada di Trengganu dan baru akan kembali malam ini. Kami pun di suruh datang esok . . . . . . Awal kekesalan hadir disini, karena kami sudah datang jauh-jauh. Dari kediaman kami di Pantai Dalam menuju ke College ini kita harus berganti kereta listrik, dan melewati sekitar 10 stasiun. . . huffffh

Hal lain yang sebenarnya akan kami lakukan adalah mengambil beberapa barang milik Muthia, yang masih ada di asrama tempat dia tinggal setahun yang lalu. Saat mengambil short course disini, Muthia memang tinggal disebuah kamar, dan tinggal bersama beberapa rekannya dari Indonesia. Cuman masalahnya sekarang ialah, Muthia ternyata lupa membawa Kunci kamarnya. Jadi, misi pengambilan barang pun batal dilakukan. Padahal -sekali lagi-- kita sudah menempuh jarak sejauh ini . . . .
Kami pun memutuskan untuk melanjutkan ke kampus Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk sekedar jalan-jalan dan melihat kondisi kampus termegah di Malaysia itu

Tapi, kesialan kami berlanjut saat mobil pribadi yang kami tumpangi (kami kesulitan mendapatkan taksi pada saat itu dari college Darul Hikmah), ternyata tak mau menurunkan kami di areal Kampus tersebut. Dia malah menurunkan di sebuah stasiul KRL yang masih berjarak 5 km dari kampus UKM. Untunglah, disitu ada banyak terdapat taksi, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke dalam kampus . . . . . . .

Tempat pertama yang kami tuju saat berada di Kampus UKM adalah ATMA -- saya lupa apa kepanjangannya--. Yang jelas, ini adalah sebuah institusi atau lembaga yang concern terhadap kebudayaan melayu. Lembaga ini pula yang sering menggelar seminar atau kegiatan ke-melayuan dimana ibu Nur kerap diundang datang sebagai pembicaranya.

Karena masih awam dengan denah kampusnya, kami pun berpusing-pusing dulu (berputar-putar maksudnya) dan mencari dimana ATMA berkantor. Untunglah, di kampus semacam UKM ini, begitu banyak papan informasi dan penunjuk arah yang tersedia. Denah besar kampus juga terpampang di banyak tempat. Jadi, tidak begitu sulit kami untuk menemukan kantor Atma. Kami bergegas menuju kesana . . . .

Ibu Nur berjalan di depanku dengan cepatnya, walau dia sendiri tidak tahu mau bertemu siapa disana. Nampaknya dia sedang panik dan kesal atas semua yang terjadi sebelumnya. Saya hanya diam dan patuh mengikuti dari dari belakang. " Siapa tahu masih ada yang saya kenal nanti di ATMA.". Begitu dia menjawab saat saya beranikan diri untuk bertanya . .

Sesampainya di ATMA, ternyata kantor itu sedang tutup karena memang waktu istirahat. Dalam keadaan lelah dan kesal, kami pun turut mencari kantin untuk menunaikan tanggung jawab terhadap perut.

Usai makan kami kembali ke tempat itu. Tapi keadaanya masih sama...tertutup. Alamaaaakk . . .Iseng-iseng kami pun menengok ke bagan struktur pengelola ATMA itu. Saat melihat dari bagan teratas, ibu Nur nampaknya merasa asing dengan sosok-sosok itu. Menurut dia, banyak orang yang telah berganti. Nama-nama yang dia kenal dan dulu pernah mengundangnya sudah tak lagi duduk disitu...

Tapi kemudian, mata Ibu Nur terkunci pada satu nama yang duduk sebagai peneliti senior di tempat itu. Namanya DR. Ding Choo Ming, Phd. Menurut ibu Nur, peneliti ini dahulu pernah ke Makassar dan tinggal di rumahnya selama hampir satu bulan. Waktu itu dia datang untuk meneliti tentang budaya ber-pantun di kerajaan Muna dan Buton. "Ayo kita ke cari dia" Kata Bu Nur mulai bersemangat . .

Dari penunjuk arah yang ada di tempat itu, kami mendapatkan info bahwa ruangan para peneliti senior terletak satu lantai diatas dari tempat kami berdiri saat ini. Kamipun bergegas kesana. Dan benar, kami menemukan ruang yang bertuliskan nama itu, DR Ding Choo Ming, Phd. Perlahan ibu Nur mengetuk dan membuka pintu itu. . . . Alhamdulillah beliau sedang berada disitu. . . . .

Melihat kedatangan Ibu Nur, DR Ding pun tak kalah kaget dan senangnya. Dia langsung menyambut dan memeluk hangat ibu Nur, orang yang memberinya banyak fasilitas selama penelitian di Makassar dulu. Kami pun dipersilahkan duduk ruangan kecilnya yang dipenuhi dengan buku-buku itu. Ya, . . nyaris tidak terlihat lagi dinding diruangannya. Rak-rak buku yang tingginya nyaris menyentuh polafon, semua terisi penuh. Ibu Nur sempat menyinggung hal ini. " Prof, banyak sekali bukunya..". Eh, dia malah menjawab, bahwa Ini cuman tinggal setengah saja. Karena sebulan lalu, sekitar 1000 bukunya sudah dia berikan ke beberapa tempat. "Tempatnya sudah tidak muat. Mau dibawa kerumah, juga sudah penuh. Istri saya marah-marah karena terlalu banyak buku di rumah". Jawabnya sambil berkelakar.... Alamaaaakk, berapa banyak buku orang ini . .??

Setelah berkisah beberapa saat, kami ditawari makan siang. Tapi, karena kami sudah makan, maka dia hanya menawari kami untuk berjalan-jalan keliling kampus UKM. Tawaran yang tentunya langsung kami sambar. . . ..

(be contionued to. . how is UKM looks like..?)

0 komentar:

Posting Komentar