Jumat, 19 Maret 2010

University Kebangsaan Malaysia II


. . . . . Prof. DR Ding Choo adalah seorang keturunan China yang sangat melayunist. Dia banyak melakukan penelitian tentang etnis dan kebudayaan melayu di nusantara. Kosentrasi utamanya adalah mengumpulkan pantun-pantun melayu dan membuat katalog digitalnya. Proyek inilah yang membuatnya harus berkeliling ke berbagai belahan nusantara, khususnya di wilayah yang merupakan bekas kerajaan tua. Termasuk ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi selatan dan Tenggara, yang akhirnya mempertemukannya dengan Ibu Nur beberapa waktu silam.

Saat kami masuk ke ruangannya, dia tengah asyik mendengarkan lagu keroncong "Jembatan Merah". Lagu ini memang kesukaannya, dan terus diputar sepanjang obrolan kami di ruangannya itu. Pada kesempatan ini dia menuturkan bahwa dia sudah mulai berpikir untuk pensiun, karena usianya memang sudah cukup tua. Sebentar lagi anak perempuannya akan mempersembahkan cucu pertama baginya. Dan dia sudah membayangkan bagaimana menyenangkannya tinggal dirumah mengurusi cucu tercintanya kelak. Lagipula, saat ini dia tidak bisa terlalu banyak beraktifitas lagi. Tubuhnya dirasa mulai melemah dan rawan terserang penyakit. Apalagi kalau tidak bisa mengontrol makanan. Saat ini dia hanya menkonsumsi makanan yang berbahan dasar gandum. Sementara untuk nasi, hanya dinikmati sekali dalam seminggu.

Berselang beberapa saat ngobrol diruangannya itu, dia kemudian menawari kami untuk makan siang. Tapi tawaran itu kami tampik karena kami memang sudah makan siang sebelumnya. Dan sebagai gantinya, dia mengajak kami berkeliling UKM dengan mobil pribadinya. . . .

Kami pun bergerak menuju tempat parkiran mobil Prof. Ding. Dalam perjalanan menuju parkiran itu, saya melihat beberapa karya tradisional seperti batik pekalongan dan batik sulawesi dalam ukuran besar yang dipajang ber-pigura di dinding-dinding ruangan ATMA. Koleksi beberapa keris juga tersimpan apik dalam sebuah kotak kaca lengkap dengan keterangannya masing-masing. ATMA memang tempat pendokumentasian dan katalogisasi semua warisan budaya melayu yang tersebar mulai dari Campa di Thailand hingga ke Ternate di Maluku.

Tiba di kendaraan Prof Ding, dan mulailah kami berkeliling . . . . . .

Kampus UKM ini, konon merupakan kampus termegah di Asia Tenggara. Terletak di luar kota Selanggor dengan luas areal sekitar 3000 Ha. Gedungnya terbangung satu-satu dan tersebar di banyak tempat. Masing-masing dipisahkan oleh taman atau tetumbuhan yang rapih terawat. Beberapa sentuhan arsitektur gaya Inggris, terlihat dari dinding-dinding gedungnya yang bermotif batu bata merah. Tidak semuanya memang, tapi hanya di gedung-gedung bagian dalam.

Tempat pertama yang kami kunjungi dalam 'tour' itu adalah sebuah padang golf yang dikelola oleh kampus tersebut. Letaknya masih berada dalam areal kampus, dan tidak jauh dari tempat kami berangkat tadi. Tempatnya begitu indah dan menurut prof Ding, lapangan golf disini sudah masuk standart internasional dengan 22 hole (lubang). Tepat di jalan masuk ke lapangan ini ada sebuah gedung yang menjadi tempat beristirahat para golfer-golfer yang tengah bertanding. Disitu pula kita akan berurusan secara administrasi jika ingin bermain. Selepas melewati gedung ini kita akan segera melihat hamparan hijau yang luas indah. Bukit-bukit kecil dengan rumput halusnya dan dikelilingi oleh pohon-pohon perdu. Dan diujungnya sana, terdapat papan nama besar dari UKM.

Sayang, saat itu cuaca sedang tidak cerah. Asap yang menyelimuti, membuat kita tidak terlalu bisa menikmati suasana di padang golf itu. Kata Prof Ding, asap seperti ini kerap terjadi, dan biasanya merupakan kiriman dari aktifitas pembakaran hutan di Indonesia. . . . . . . . .

Kami lalu beranjak pergi meninggalkan padang golf itu, melewati sejumlah kolam renang berwarna biru terang. Ada sekitar 4 kolam disitu, ditambah dengan satu kolam untuk polo air (ada jaring si kedua sisinya). . .

Tempat persinggahan kami selanjutnya adalah Student Center atau semacam KOPMA di UNHAS. Disini adalah pusat aktifitas jual beli dan kegiatan mahasiswa. Ada Bank, kantor pos, dan jajanan makanan ringan. Tujuan kami singgah disini ialah untuk mengirim via pos beberapa buku karya Ibu Nur ke seorang koleganya di Universiti sains Malaysia di pulau Penang. Prof Ding, juga sempat membelikan kami beberapa jajanan yang ada disitu, walau kami mengatakan bahwa kami sudah makan. Yang jelas, dia hanya meminta kami menunggu dan dia yang pergi membelikannya. Saat dia datang, dia sudah menenteng makanan dalam sejumlah kantung plastik dengan isi yang beragam " Bawa pulang saja, nanti makan di rumah" Ujarnya sambil tersenyum. . . .( saat di coba dirumah, tentengan itu ternyata sandwich ikan dan mie putih Tiongkok yang tak jelas rasanya... hahahahahah)

Perjalanan kami dilanjutkan dengan mengelilingi kampus. Oleh Prof Ding, kami di perlihatkan beberapa asrama mahasiswa (disini disebut kolej) yang tersebar di sekeliling kampus. Letaknya di atas bukit-bukit kecil mengelilingi kampus itu. Jadi, gedung kampus dan perkuliahan itu terletak di semacam lembah yang dikelilingi bukit-bukit kecil. Dan disepanjang perbukitan kecil itulah berdiri asrama mahasiswa. Saat pagi hari, kata prof Ding, kita bisa melihat para mahasiswa berjalan turun beriringan dari perbukitan kecil itu menuju ke kampus. " Kampus ni seperti nak diserbu oleh orang-orang gunung" Katanya sambil tertawa.

Terdapat juga sebuah fasilitas kesehatan bagi para mahasiswanya. Pelayanan disini bisa didapatkan tanpa perlu membayar, karena memang para mahasiswa UKM sudah membayar asuransi kesehatan saat pertama masuk.

Kami juga sempat meninjau berbagai fasilitas olahraga yang ada di kampus ini. Salah satunya adalah lintasan atletik. Prof. Ding sering melakukan jogging disini pada setiap hari minggunya. Dia datang bersama istri dan anak-anaknya. Lintasan jogging itu dikelilingi oleh sebuah tribun tertutup yang terlihat bersih dan modern. Ada fasilitas kartu pas masuk elektrik di pintu depannya.

Tidak jauh dari lintasan atletik itu, ada fasilitas lapangan sepakbola. Terdapat sekitar 6 atau tujuh lapangan disitu, yang diperuntukkan untuk latihan dan hiburan para mahasiswanya. Jangan pernah menyangka bahwa rumput disini sama dengan rumput dilapangan satu-nya UNHAS yang keras dan kering. Lapangannya disini sangat datar dengan tanah dan rumput standar untuk latihan tim profesional. Namun itu hanya untuk latihan saja. Jika misalnya ada pertandingan resmi, maka lapangan yang dipake adalah lapangan utama yang terletak sekitar 150 meter dari lapangan latihan. Stadion utama tersebut dilengkapai dengan empat lampu di tiap sisinya serta tribun untuk menampung sekitar 5.000 penonton.

Oh iya, kami juga sempat melihat bangunan perpustakaan kampus UKM dari luarnya. Bangunan yang terlihat hanya terdiri dari 3 lantai saja. Padahal sebenarnya masih ada 3 lantai lainnya dibawah tanah. Jadi, perpustakaan ini memiliki 6 lantai secara keseluruhan. Sistem peminjaman bukunya menggunakan komputerisasi. Jadi kita meminjam buku via komputer (yang menyimpan katalog serta abstrak dari buku tersebut). Dan kemudian menunggu untuk diambilkan oleh petugasnya.

Usai berkeliling dan melihat banyak hal, kami pun diantar pulang oleh Prof Ding. Tidak sampai dirumah memang, tapi menuju ke stasiun KTM yang terletak sekitar 5 KM dari lingkungan kampus. Perjalanan keluar dari kampus UKM menuju ke jalanan umum cukup panjang. Mungkin sekitar 1,4 KM. Dikiri-kanan kita bisa melihat hamparan rumput halus yang selalu dijaga dan dirawat kebersihannya. . . . Nyaris tak ada satupun daun yang tergeletak bebas di sepanjang jalan ini.

Beberapa bis angkutan kampus juga terlihat bolak-balik mengelilingi kamus yang luas itu. Menurut Prof. Ding, ada sekitar 20-30 bis yang beroperasi tiap harinya (semacam pete'-pete 08 di UNHAS yang hanya mutar-mutar kampus). Ke-semua bis itu memiliki fasilitas AC dan senantiasa terawat kondisinya. Saya pun melihat seperti demikian. (yah . .setara bus pariwisata kalo di Indonesia). Tapi ada juga angkutan alternatif, berupa bis-bis tua (mirip bis-bis Bombay di India) yang mengeluarkanm asap tebal dari knalpotnya. Tapi ini hanya di naiki kalo keadaan terpaksa.....

Sebelum menuju ke stasiun KTM, kami sempat singgah dahulu di sebuah kedai India. Prof. Ding adalah seorang penggemar Capati, masakan India yang tak berminyak. Dia suka rasanya dan menurutnya aman bagi kesehatannya. Saya sendiri dipesankan Roti Canai. Dalam gambaranku, yang datang ini adalah Roti besar yang dibakar, dengan berisikan selai nanas atau cokelat. Ternyata yang datang itu semacam terlur dadar yang sudah dicabik-cabik. Untuk memakannya, 'roti' itu ditemani oleh semangkuk kecil sambal rasa . . . tidak jelas..!!!! Jujur saja, saya tidak begitu simatik dengan makanan ini. Cuman karena menghormati kebaikan Prof Ding, dan mencegah ketersinggungan dengan orang-orang India yang memenuhi kedai itu, saya pun memaksanya masuk ke perutku se-sendok demi se-sendok. Sepanjang memakan itu, saya masih berupaya membuat definisi yang pas dengan kata 'Roti'. Karena saya baru menemukan 'roti' yang lain dalam menu India ini. . . . . . bayangkan, bentuknya seperti telur dadar yang dicabik-cabik dan dipotong-potong memanjang.......huiihhhh

Habis 'pesta' makan-makan itu, kamipun langsung diantar menuju ke terminal KTM yang nantinya akan membawa kami balik ke kediaman di Pantai Dalam. Sebelum berpisah, Prof Ding meminta kami menyediakan waktu untuk jalan-jalan malam hari bersamanya ke wilayah Putra Jaya. Juga ke menara kembar Petronas. Karena katanya pemandangan disana sewaktu malam sangatlah Indah dan jauh lebih indah dibanding siang hari . . . . Tanpa berpikir lagi, kamipun mengiyakan . . Siaaap Prof..!!!!!! . . .

tour ini ternyata masih akan berlanjut. Can't wait for that..!!!

0 komentar:

Posting Komentar