Jumat, 19 Maret 2010

Last Day on KL



Hari masih pagi benar, dan orang-orang dirumah itu masih terkungkung dalam kamarnya masing-masing. Tapi saya sudah siap dengan banyak hal. Tas pungggung berisi kamera, passport di saku kanan dan sepatu yang mulai kelihatan dekil.

Hari ini tanggal 22 juli 2009. Sama dengan tanggal yang tertera dalam tiket kepulanganku. Hufhhh . . . artinya ini hari terakhirku di negeri Jiran. Dan hari ini, saya berniat menghabiskan 5 jam terakhir dengan berkeliling sejauh yang 'waktu' masih berikan. Keberangkatanku sendiri akan dimulai sore nanti. Menunggu datangnya jam itu sambari bingung dirumah tidak menjadi pilihanku. Lebih baik menikmati kota ini serta negera ini untuk yang terakhir kalinya. Toh barang-barang bawaanku sudah terdiam rapih di tempatnya masing-masing. Kalaupun nanti ada beberapa tambahan, pasti takkan terlalu menyibukkan.

Tapi keinginan untuk segera memulai perjalanan terakhir agak tertunda dengan orang-orang rumah yang belum bangun. Ndak enak kalau keluar tanpa pamit. "Ah, mungkin sebentar lagi mereka sudah bangun" gumanku. saya lalu bergerak ke dapur untuk sarapan seadaanya. Alat-alat makan sengaja kubuat berdenting keras dan menimbulkan suara gaduh. supaya mereka terbangun tentunya.. hahahahaha. Begitu juga, suara televisi sengaja kusetel sekencang-kencangnya. Tapi, suasana rumah tetap seperti sedia kala. Mereka belum terbangun dari lelapnya.

Ah, sudahlah. Waktu sudah semakin sempit. saya pun nekat keluar sendiri tanpa melaporkan kepergianku. Mereka pasti memahami itu nantinya. . . . . . . .

Saya segera bergerak menuju ke terminal komuter (kereta listrik) yang memang dekat dari rumahku tinggal. Namun karena masih pagi, loket penjual tiketnya masih kosong, dan petugas belum tampak. Tapi untunglah ATL (Automatic Ticket Locket) tersedia disitu. Mesin ini bisa mengeluarkan tiket ke berbagai arah yang akan di singgahi oleh komuter itu. Tinggal memasukkan uang dan menentukan destinasi dengan menekan tombol tujuan yang terdapat dimesin itu.. . .

Dari rumah tadi, tujuan saya sudah cukup jelas. menuju ke arah Pasar seni yang menjual banyak barang-barang kerajinan. Tiiket menuju ke tempat itu kudapatkan. Perjalanan 'terakhir' dimulai . .

Setibanya disana, ternyata pasar seni masih tutup. Ku tengok jam di Hape-ku.. Oh iya, ini masih jam 9 pagi. Di papan informasi yang tertera di pintu masuk bangunan pasar seni tertera '10am - 9pm'. Berarti masih ada satu jam lagi. Untuk mengisi waktu penantian, saya memutuskan berjalan-jalan ke sekitar lokasi pasar itu. Sekaligus mencari jajanan untuk menutupi sarapan yang kurang sempurna di rumah tadi. Ada beberapa warung kecil yang terparkir di depan pasar seni itu. warung-warung itu hanya terdiri dari beberapa buah meja dengan sebuh tenda mini. Warung kecil semacam ini memang tidak diperuntukkan untuk mereka yang ingin makan di tempat itu. Tapi hanya menyediakan makanan bungkus bagi orang-orang disana, yang ingin membawa makanan ke tempat beraktifitas mereka masing-masing. Kawasan sekitar pasar seni memang adalah tempat yang padat dengan para pejalan kaki dan orang yang bergerak menuju ke tempat kerjanya. Terletak di satu sisi tersibuk kota KL dan hanya berjarak sekitar 400 meter dari KL Sentral, pusat transportasi massal di kota ini.

Saya sempat mendekat ke warung kecil itu dan melihat menu-menunya. Ada nasi putih, nasi kuning dan lauk pauk yang sudah cukup akrab denganku. Tapi karena tidak menyediakan tempat makan disitu, maka niat membelipun urung. Lagipula karena ini hari terakhir, saya mulai berpikir untuk mencicipi masakan yang tidak akan saya temui di Makassar. Saya pun mulai berjalan berkeliling mencari. Di tempat itu ada beberapa warung masakan China dengan menu berbagai macam mie. . .. Tapi niat untuk makan di tempat ini juga saya abaikan. Toh warung-warung mie China seperti ini juga cukup banyak di Makassar. . . .

Pilihan kemudian jatuh ke warung-warung India, yang belum ada di kota Makassar. Terbayang sudah, Roti Canai yang di nikmati dengan susu kental... it must be great..!!! Langkah pun dipercepat untuk menemukan kedai India. Selang 5 menit berputar-putar di tempat itu, kedai yang dicari akhirnya ketemu juga. Saya pun masuk dan duduk di dalamnya. Seorang pelayan langsung mendekat dan mencatat pesananku pagi itu. Roti Canai pake susu dan segelas teh tarik. . Teh tarik ini warnanya coklat, dan dan rasanya mirip teh merah walau ada rasa pahit-pahitnya sedikit. Oh iya, di Malaysia teh tarik lebih populer dari pada teh merah yang kita kenal di Indonesia. Jadi jika kita memesan teh, maka yang keluar ya... teh tarik ini. Namun jika kita ingin menikmati teh merah sebagaimana yang sering kira seruput di Indonesia, maka kita harus mengatakan 'Teh O' atau Teh Only. Teh O adalah sebutan untuk teh merah di Malaysia.

Dalam sekejap, Roti Canai ini terhidang di meja berikut dengan teh tariknya sekalian. Entah kenapa, saya mulai suka dengan makanan yang seminggu lalu sempat membuat leherku geli ini. Oooooohh...., mungkin saya karena 'teman' nya yang kurang pas. Dulu, saya menyantap Roti Canai ini bersama dengan Kari India yang rasanya memang agak menggelitik-gelitik.. Dan hari ini, saya melahapnya dengan semangkuk kecil susu kental manis. Dan ini membuat saya jauh lebih nyaman dan bisa menikmati makanan ini.

Pagi itu ada juga beberapa tetamu lain di kedai makanan India itu. Diantaranya sepasang muda-mudi chinesse yang terlihat begitu menikmati hidangan India di hadapannya masing-masing. Entah kenapa. saya suka melihat pemandagan-pemandangan seperti ini. Saat manusia dari satu kelompok etnis kemudian berbaur dan menikmati produk budaya (makanan) dari kelompok etnis lainnya.

Hanya 10 menit waktu yang kubutuhkan untuk menuntaskan makanan itu. Tapi saya tak segera beranjak. Saya masih duduk sejenak, membiarkan karbohidrat yang baru kumasukkan kedalam tubuh diproses dan pembakaran siap. Lagipula teh tarik-ku masih ada setengahnya. Saya pun duduk bersandar mengamati perilaku semua orang yang ada disitu, di warung itu. Tiba-tiba saya ingat sesuatu, bahwa selama 2 minggu saya di negera ini, sudah hampir 10 kali masuk ke warung berbeda yang dimiliki oleh orang India. Satu kesamaan yang saya temukan bahwa kesemua warung itu tidak ada yang mempekerjakan wanita India, entah sebagai koki atau sebagai pelayannya. kesemuanya aktifitas pelayanan di kedai-kedai India yang saya masuki berjenis laki-laki. Namun saya sendiri belum pernah mempertanyakan hal ini ke mereka, sampai akhirnya saya berlalu keluar dari warumg itu.......

Keluar dari kedai, saya menyempatkan diri untuk memotret beberapa bangunan tua yang ada disekitarnya. Beberapa diantaranya sudah berusia lanjut dan uzur. bangunan-bangunan ini dimiliki oleh para keturunan China. Aktifitas manusia yang lalu lalang di sepanjang jalan itu juga tidak luput dari sergapan kameraku. Termasuk seorang . . . . . . . . . hmmm . . !!!

Perjalananku terus berlanjut..... kembali ke arah pasar seni itu. Berjalan-jalan diantara barisan gedung-gedung dan pertokoan di kawan itu, bersama dengan ribuan orang-orang yang tengah tergesa-gesa dan dipecut oleh waktu. Bersama mereka terselip para pelancong dari mancanegara yang tengah menikmati negara ini sebagaimana diriku. Beragam ras dan warna kulit serta bahasa, tumpah ruah di sekitar kawasan itu. Saat tengah mengamati para pelancong bule, mata saya tiba-tiba tertuju pada seorang diantara mereka. Saat itu dia tengah berdiri di sebuah persimpangan sembari melihat-liat ke sebuah buku kecil (kemungkinan peta kota KL). Percaya atau tidak, ini adalah kali ke-5 saya melihatnya dalam 11 hari terakhir. Dan semuanya terjadi di tempat yang berbeda dan di waktu yang berbeda. Saya ingat-ingat lagi, pertama kali saya melihat dirinya di menara Petronas, kemudian saya melihat dia lagi tengah berjalan-jalan di sekitar jalan Chow Kit, kemudian saya melihatnya lagi masuk ke dalam bis yang tengah saya tumpangi saat pulang dari kampus UM, juga saat menunggu komuter di KL Sentral dan hari ini . . . . . . .. memang, bule macam dia mudah menarik perhatian. Tampilannya selalu dalam keadaan bingung, dengan buku kecil itu dalam genggamannya. Secara fisik, tubuhnya lebih mungil dibanding orang-orang se-rasnya. Tapi dia mampu menggendong tas besar yang hampir seukuran tubuhnya. Sebuah tas kecil juga di lekatkan di dadanya dan jalannya selalu tertunduk (backpacker sejati kayaknya...wooww). Dari pertama melihat dulu, tampilannya ini sudah eye catching di mataku. Saya pun menyempatkan diri untuk memotret dirinya dari jauh . . . . . . tak lama kemudian dia berlalu dengan sebuah bis angkutan

Saya lalu kembali ke arah gedung Pasar Seni. Dan syukurlah gedung itu sudah buka rupanya. Saya pun segera menghambur ke dalamnya. Lokasi pasar seni ini sudah berdiri sejak lama. Hal itu bisa diketahui dari sebuah statue yang berdiri tepat dipintu masuk. Konon, lokasi pasar ini sudah ada sejak tahun 1909. Dahulu, pasar ini dipergunakan untuk menjual banyak kebutuhan sehari-hari seperti sayur-sayuran dan ikan. Tapi kemudian diubah fungsikan sebagai pasar yang menjual berbagai karya seni, kerajinan tangan dan oleh-oleh. Ada beragam kerajinan seni terpajang disini. Ada stan khusus untuk 'kampung melayu', ada khusus 'china town' dan ada juga kerajinan dari asia barat semacam karpet dan topi aladin.....

Saat itu saya hanya menyempatkan diri untuk membeli beberapa souvenir yang menggambarkan Malaysia. Tapi tiba-tiba mataku terarah pada stan khusus Cokelat yang terletak tepat di tengah-tengah gedung tersebut. berankeragam cokelat import diperjualbelikan dengan kemasannya yang sungguh anggun dan menarik. Saya memang sengaja menyempatkan diri untuk singgah disini untuk mebeli barang satu dua penggal Cokelat pesanan adikku di rumah. Dia memang seorang chocoholic. Saat mendengar kepulanganku, hampir 10 smsnya masuk hanya sekedar mengingatkan akan cokelat pesanannya.

Berada dalam toko cokelat itu, saya seperti kehilangan pegangan. Tak tahu mau menggamit yang mana. Semuanya punya daya tarik. Baik dari segi harga maupun tampilan. Masing-masing punya keunggulan yang membuatku hanya terputar-putar disitu tanpa bisa menghasilkan keputusan. Dan setelah dapat referensi dari sang penjaga toko yang manisnya seperti cokelat itu, sayapun akhirnya bisa menentukan yang mana. Hasilnya adalah, sekantung plastik cokelat dengan tampilan yang menurutku paling menarik diantaranya dan paling 'mungkin' untuk kantungku.

Usai belanja cokelat itu, saya memutuskan untuk segera balik ke rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan jangan sampai saya terjebak kemacetan di jalan nanti. . . . . . . Melelahkan, tapi tak apalah, untuk sebuah perjalanan terakhir dan penutup . . . apalagi menurutku semuanya sudah lebih dari cukup.

Bye . . bye . . bye . . KL. You have been great So Far..!!!!!

0 komentar:

Posting Komentar