Jumat, 19 Maret 2010

Kiamat 2012 ?



. . . . Pukul 14.00 Wita. Berita di TV siang itu mulai terasa menjengahkan bagiku, karena terus menerus menayangkan kebobrokan perangkat hukum di negeri ini. Nanti beberapa waktu kemudian, isi pemberitaanya berganti, dan termuat komentar seorang pengurus MUI dari Jawa Timur perihal film 2012 yang sedang banyak dibicarakan itu. " Film 2012 itu sebaiknya dilarang peredarannya, karena bisa merusak akidah. Sebab dia menampilkan peristiwa Kiamat yang tidak sesuai dengan tuntunan agama ". Begitu ujarnya. Sontak saya terperangah, namun untunglah hanya sekejap.
Pertama, karena saya tahu betul kalau lembaga ini memang terlalu sering mengeluarkan larangan semacam itu, walau umat jauh lebih sering untuk abai. Dan dalam kasus ini, saya pun sudah bersiap untuk menjadi umat yang abai itu.
Kedua, beberapa saat setelah itu, Ketua MUI Pusat di jakarta justru memberikan hukum 'dibolehkan' untuk menonton film 2012 ini. " Itu khan hanya film, tak perlu dibesar-besarkan. Yang penting, di awal film nanti dicantumkan pemberitahuan bahwa itu hanya fiction belaka ". Kurang lebih seperti itu pendapatnya.

Cukup melegakan, walau mungkin apapun komentar yang terujar dari mereka tak akan banyak mempengaruhi niatku untuk menyaksikan film itu. Niat yang sudah ada jauh seminggu sebelumnya. Dan tiketnya sendiri baru diperoleh sehari yang lalu, berkat tetesan peluh beberapa adik-adik di tempatku kuliah dulu. Memang, tidak mudah untuk mendapat jatah tiket dari sebuah tayangan yang saat ini menggemparkan hampir semua orang. Dan saya, mungkin cukup beruntung . . . .

Sebelum menontonnya, beberapa gambaran awal sudah hadir di imajinasiku tentang bagaimana nanti film ini akan bergulir. Sumbernya banyak. Mulai dari trailernya yang kerap muncul di televisi nasional, tulisan yang ku lahap dari sejumlah media cetak, dan komentar-komentar dari korps selebritis di infotainment. Dari semua sumber itu, kesimpulan yang paling dominan adalah : FILM INI MENGERIKAN.
Konsep seperti itulah yang terus kubawa hingga menjejakkan diri -walau terlambat-- di bangku Bioskop itu, berderet dengan rekan-rekan se-KORPS lain . . . . . .

Mengikuti detik demi detik film ini, saya seakan tak menemukan banyak ke'ngerian' itu. Beberapa adegan justru terasa menggelikan dan janggal bagi akal sehatku. Simak saja bagaimana para pengunjung di sebuah supermarket yang nyaris tidak merasakan apa-apa saat mulai terjadi retakan di bumi tempat mereka berpijak. Padahal pergeseran kerak bumi yang sedikit saja, sudah bisa memberikan efek besar bagi manusia yang hidup permukaan. Tapi mereka justru baru merasakan itu nanti supermarket itu benar-benar membelah. Bagiku, proses sebelum membelah saja itu, sudah pasti akan membuat bumi bergoyang hebat. . . . . . Semenjak itu, peri kecil yang sedari tadi hinggap di kupingku membisik : "Ah, namanya juga film . ."

Film pun terus berlanjut . . . bumi bergolak dan menimbulkan bencana dimana-mana. Ledakan gunung berapi, pergeseran lempengan bumi yang kemudian merubah tampilan permukaannya, hingga kemudian tsunami dengan ketinggian yang mampu mencapai gunung Himalaya. Kiamat ? mungkin bukan. dan kayaknya memang bukan. film ini sama sekali tidak menceritakan tentang tentang kiamat. Tapi lebih mirip dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Nuh saat permukaan laut naik hingga kemudian menutupi setiap jengkal wajah daratan.

Penjelasan ilmiah dari semua kejadian ini pun ditampilkan. Bahwa yang terjadi saat itu, Karena posisi Bumi berada pada garis edar terdekatnya dengan matahari sehingga memicu naiknya panas suhu di Inti Bumi (core). Peningkatan suhu di inti Bumi yang sangat significan ini kemudian mencairkan lapisan cement yang menopang posisi kerak bumi dan menyebabkannya menjadi tidak stabil. Akhirnya, terjadi perubahan pada posisi kerak bumi hingga berakibat guncangan-guncangan hebat pada permukaannya.

Sekali lagi ini bukan kiamat. Karena toh ada yang masih selamat di akhir film ini. Sesuatu yang tidak mungkin terwujud kalau semisal kiamat benar-benar terjadi. Makanya, tak masalah untuk menyaksikan film ini.

Sejujurnya, bagiku tidak ada yang begitu menarik dari film ini. Basi, membosankan, serta mudah di tebak. Apalagi jika terkait dengan aksi penyelamatan diri dari tokoh utama bersama keluarganya dari semua bentuk bencana alam itu. Lolos dari gempa bumi, reruntuhan gedung, ledakan gunung berapi, kejaran lahar panas hingga tsunami yang maha dahsyat itu. Saat mengikuti tahap demi tahap aksi survival mereka, saya seolah tengah menyaksikan adegan film Die Hard punya-nya Bruce Willis. . . Himas, manusia panjang yang duduk tepat disampingku, pun terus berseloroh mengejek adegan-adegan itu, yang menurutnya 'ciri khas film action Hollywood', dimana sang tokoh utama terus bercanda dengan maut dan menertawai malaikat pencabut nyawa yang membuntutinya dari belakang. Saya pun ingat syair lagunya Bon Jovi yang berjudul Real Life .. " I wish the life was like it is in the movie, coz' the hero always get his way. No matter how hard it gets on the dark lonely road, But the end his got a smile on his Face" . (Terjemahan bebasnya kira-kira semacam ini : Saya ingin hidup itu seperti di film, karena sang tokoh selalu menemukan jalannya. Tak peduli seberapa keras tantangan yang dia hadapi, toh pada akhirnya dia akan tersenyum juga di akhir film itu)

Oh iya, Agedan-adegan yang paling kunikmati, hanyalah saat beberapa pakar di dalam cerita film itu tengah menjelaskan 'alasan ilmiah' terjadinya peristiwa-peristiwa besar itu. Hanya pada saat itulah saya bisa serius dalam menyimak.

Dan akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada yang spesial dalam film ini. Kehancuran yang digambarkan memang begitu massif. Namun sekali lagi, semua itu tidak mengejutkan bagiku. Apalagi dalam konteks bumi yang semakin menua ini. Kehancuran itu, bukanlah kehancuran bumi, namun kehancuran manusia yang hidup di atasnya. Sebab bagi bumi, dia hanya berproses sebagaimana yang sudah-sudah. Bentuknya yang ada sekarang, dan yang kita tempati dengan pongahnya ini, bukanlah sebuah bentuk bumi yang paripurna. Karena memang dia tak pernah tetap. Jauh di dalam sana, ada inti bumi yang terus bergolak dengan hebatnya. Bahkan pada saat kita lelap dalam tidur. Dan itulah yang mengakibatkan berbagai perubahan besar pada tampilan permukaanya. Ini sudah terjadi jauh sebelum film 2012 ini diproduksi dan pasti akan terus begitu.

Berbagai peristiwa dahsyat pernah terjadi ditempat kita hidup ini. Jutaan tahun lalu, bumi pernah mencapai suhu rata-rata hingga 4000 derajat celcius, pernah juga ada suatu masa saat air laut memenuhi permukaan bumi dan tak memberikan tempat bagi daratan. Asteroid pun pernah jatuh dan menyebabkan tumbukkan massif pada permukaan bumi.

Nah, saat jagad KOSMIK di luar sana terus bergerak sebagaimana ribuan tahun lalu . . . . tak ada satu pun alasan untuk mengatakan bahwa semua peristiwa 'Besar' itu mustahil akan terjadi lagi. Masa depan memungkinkan untuk itu. Apalagi, kita begitu kecil dalam konteks jadag Raya yang terus berproses dengan luapan energi yang terkirakan. Kebudayaan Bangsa Maya, dan beragam kebudayaan lain. sudah mengetahui itu. Bahwa akan terjadi peristiwa besar di masa mendatang . . . . .

Dan sekiranya peristiwa itu tepat serupa dengan yang digambarkan oleh film 2012 itu, Apa kira-kira yang akan kau lakukan dengan 'orang-orang yang kau cintai' ? Karena kita tak pernah tahu, dimana Bahtera besar itu tertambat . . .

0 komentar:

Posting Komentar